Friday, May 30, 2014

Aku Tak Mau Pulang...

1. "A-aku tak mau pulang..." ucap seorang pemuda. Tubuhnya gemetar. Langit gelap menunjukkan kalau sudah malam, dan suara rintik hujan dan gemuruh petir menandakan di luar langit sedang menangis. Hujan.

2. "Kamu harus pulang," balas seorang wanita di depannya. Suara kecilnya begitu menenangkan. "Sudah waktunya." terusnya sambil tersenyum. Senyum kecilnya nampak begitu cocok dengan bibirnya yang tipis. Wajahnya ramah dihiasi oleh mata sayunya.

3. Lelaki itu terlihat murung. Dia menunduk, merenung. Terlihat bimbang. Dia memikirkan banyak hal. "Aku tak mau pulang..." katanya.

4. "Tapi kamu sudah dipanggil. Saat kau pulang, kau akan menemui mereka yang sedang menunggumu di sana. Kamu tidak bisa mengabaikannya. Kamu harus pulang." Wanita itu masih berkata dengan nada halus.

5. "T-tapi..." ucapan pemuda itu terhenti. Dia teringat bagaimana dia sangat menyukai tempat itu. Tempat di mana banyak orang yang mencintainya. Tempat di mana dia bisa tertawa tanpa dipaksa. "... aku tak mau pulang."

6. Wanita itu mendekatinya. Wajahnya tepat di depan wajah si pemuda. Tangannya membelai halus wajah pemuda. Mata pemuda itu mulai berkaca-kaca. Wanita itu pun mengatakan, "Pulanglah..."

7. "A-aku..." pemuda itu mulai terisak, namun belum menangis. Tangan wanita itu masih di pipinya.  Dia teringat akan gadis yang disukainya di tempat itu. Kenangan-kenangannya di sana membuat dia tambah enggan untuk pulang. Dia tambah merasa sakit. Sakit yang teramat di bagian dadanya.

8. Tetiba pemuda itu mundur menjauh. Badannya berbalik memunggungi sang wanita. Kali ini dia menangis. Isaknya terdengar tipis. "... tak mau pulang." ucapnya terbata-bata.

9. "Kamu tak perlu ragu. Pulanglah sekarang." Wanita itu mendekat lagi. Tangannya meraih tangan pemuda. Menggenggamnya, dan menariknya agar sang pemuda mendekat ke arah dia.

10. "Relakan apa yang kamu dapat di sini, termasuk kenangan-kenangan bersama mereka. Kau harus pulang. Tempatmu bukan lagi di sini. Aku bisa menjamin, suatu saat, mereka akan kau temui lagi. Pulanglah." Wanita itu mengakhiri ucapannya masih dengan senyumnya yang menenangkan.

11. "Aku tak mau pulang." pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Aku tak mau pulang. Aku tak mau pulang. Aku tak mau pu-" kalimatnya terputus.

12. Wanita itu menghentikan rengekan pemuda itu dengan ciuman di bibir. 5 detik... 10 detik... kemudian semua terlihat gelap.

13. Di suatu kamar rumah sakit, terlihat alat EKG yang menunjukkan garis datar dengan bunyi mendengung yang statis.

14. Sepasang orang tua tiba-tiba menangis. Di sana juga ada seorang gadis yang tampak imut. Dia juga terisak. Mereka menangisi suatu sosok yang terbaring kaku di atas kasur rumah sakit.

15. Dokter datang. Dokter menenangkan mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Dokter itu mulai menutup wajah sang pemuda yang terbaring di atas kasur dengan selimut, dan berkata, "Maaf, anak kalian telah berpulang. Kami turut berduka."


Wednesday, May 28, 2014

Sunday, May 18, 2014

Diskusi...

Sabtu sore. Sehabis mendatangi sebuah  festival dan berputar-putar mencari kemeja di mall, sepasang pemuda dan pemudi duduk di sebuah restoran keluarga. Alasannya di restoran keluarga makanannya lebih murah. Si pemuda memesan sapi lada hitam, sementara si pemudi memesan mie ayam katsu.

10 menit...

20 menit...

30 menit...

hampir sejam, dan makanan mereka belum datang. Ternyata terjadi kesalahan tekhnis di balik dapur sana. Orang biasa mungkin akan kecewa dan langsung pergi, tetapi mereka memutuskan tidak pergi karena sudah kepalang tanggung dan tidak ingin menyebabkan masalah untuk seorang pelayan yang tadi melayani mereka.

Makanan akhirnya datang. Dan mereka pun makan. Tidak ada acara menengok HP, karena mereka sudah melakukan kesepakatan kalau misal ada salah satu di antara mereka yang mengecek HP selain menjawab panggilan telfon, maka dia harus mentraktir orang yang satu lagi. Makan selesai. Mereka ngobrol. Dan tiba-tiba...

X: ... ngomong-ngomong, kenapa tadi kita nggak pergi hayo?
Y: Karena lo yang bilang kalau nggak usah, soalnya nanti pelayan tadi bakal kena omel?
X: Iya, emang. Tapi coba pikirin lebih jauh.
Y: Apaan lagi emang? Lo nungguin pelayan tadi dan mau kenalan?.
X: Yeee, buat apa? Kan udah ada lo.

Dan mereka tertawa kecil

Y: Ooop! Stop di sana, nanti ujungnya malah ngejek ih.
X: Haha. Yaudah, balik. Jadi kenapa kita nggak pergi?
Y: Nggak tau. Kenapa?
X: Soalnya takdir mau kita ada di sini. Buat nggak pergi, nungguin, dan makan sampai habis.
Y: Ih beraaat. Hati-hati jangan kejauhan mikirnya, nanti nyasar.
X: Gue udah nyasar bertahun-tahun kok. Dan sekarang gue udah bebas di tempat baru. Nggak perlu gue jelasin lah, gue yakin lo pinter kok untuk cari tau maksudnya. Hehe.
Y: Agak sih. Terus lo percaya takdir?
X: Nggak tau. Lo? Definisi takdir menurut lo apa nih? 
Y: Takdir itu kayak skrip lah ya buat manusia yang Tuhan udah tulisin buat kita. Jadi Dia sudah ngatur jalan hidup kita sampai hal-hal terkecil.
X: Oke, jadi menurut lo kita hidup seperti ini karena udah ditakdirin kan? Kayak tadi kita nggak pergi kan?
Y: Iya sih.
X: Berarti kita nggak bisa milih jalan hidup kita dong? Wong udah ditulisin. Pilihan nggak ada. Ya kan?
Y: Nggak laaah. Di agama gue, dikasih tau kalau ada takdir yang bisa diubah, gue lupa apa namanya. Tunggu, lo agamanya Islam juga kan?
X: Kedua orang tua gue sih Islam. Tapi tunggu, kalau ada takdir yang bisa diubah, berarti lo bukannya sama aja nentang Tuhan?
X: Lo udah disuruh sama Tuhan jadi begini, tapi lo ubah jalan lo jadi begitu. Lo ngelawan Tuhan tuh.
Y: Ya nggak, gue percaya Tuhan udah ngasih jalan yang terbaik buat umatnya, termasuk gue. Jadi ya gue jalanin aja, dan kalau gue nemuin ada yang salah, di situ lah Tuhan ngasih cobaan gue buat milih jalan mana yang mau gue ambil.
X: Gue jadi keinget salah satu tulisan di xxxxyyyy.blogspot.com. Di situ ada tulisan kayak yang kita omongin itu. Coba nanti cek deh.
Y: Apa tadi? Gue catet deh, nanti gue baca. Emang kayak apa maksudnya?
X: Jadi di sana ada ucapan dari seseorang kalau pilihan itu nggak ada. Tuhan nggak ngasih kita pilihan. Dia cukup maha kuasa untuk nulis jalan hidup kita.
Y: Ih, kita dikasih pilihan kali. Lo bisa milih. Itulah tujuan manusia di bumi ini. Milih jalannya sendiri, Dia tinggal nyiapin aja.
X: Gini deh, kalau Tuhan udah nyiptain takdir hidup lo jadi orang jahat, apa bisa lo milih jadi orang baik?
Y: Bisa dong.
X: Nah itu bukannya ngelawan Dia? Itu kayak ngomong “Ah, nggak mau ah! Lo aja sendiri sama kebo!” ke Dia.
Y: Terus Dia bales “Kalau gue sama kebo berarti gue nggak sendiri kaleee”. Hahaha. Astaga astaga... hahaha.
X: Hahahaha. Atau gue kasih contoh lain, kalau lo diciptain jadi setan untuk ngegoda manusia dan akhirnya lo masuk neraka karena tugas yang udah lo laksanakan sesuai perintahNya, apa bisa lo nolak dan jadi setan baik-baik? Haha.
Y: Hahaha. Gila! Tapi Tuhan nggak bakal lah rencanain hal buruk buat ciptaannya. Dia mau semua orang jadi baik dan masuk surga.
X: Yakin amat lo. Terus kenapa ada banyak orang jahat di luar sana?
Y: Karena mereka milih jalan yang salah. Saat lo dihadapkan sama pilihan, lo bisa milih mau ambil jalan baik atau jalan yang buruk. Orang-orang jahat di sana udah salah milih jalan takdirnya, makanya dia jadi jahat.
X: Tapi kan tadi lo bilang Tuhan mau semua orang masuk surga, apa Dia nggak bisa buat semua penjahat  jadi baik supaya bisa masuk surga? Kan maha kuasa. Dan lagi gimana dengan setan? Setan kan juga ciptaanNya? Nggak adil dong dia udah ngelakuin tugasnya dengan benar tapi masih masuk neraka?
Y: Sekarang gue bingung deh, haha. Gue nggak alim-alim banget sih, tapi gue yakin Dia udah menakdirkan semuanya dengan rencana masing-masing. Jadi ya tinggal lakuin yang terbaik aja deh.
X: Hahaha, ya sorry gue nggak tau otak lo bisa overheat juga. Haha. Makanya, konsep takdir itu banyak errornya. Karena freewill tadi dan omniscient atau maha tau itu berkontradiksi banget.
Y: Maksudnya?
X: Ya kalau Dia kasih kita freewill atau kehendak bebas buat milih tadi, berarti dia nggak maha tau atau omniscient. Kalau Dia emang maha tau, maka pilihan itu ilusi, karena hasilnya udah ditentuin dari awal. Udah definite.
Y: Oke...
X: Gini deh, gue kasih contoh. Menurut lo Adam dan Hawa kenapa diturunkan ke Bumi? Karena dia makan buah terlarang kan? Kenapa Dia nyiptain pohon buah terlarang di sana kalau tau Adam dan Hawa bakal makan itu nantinya?
Y: Mereka makan buah terlarang itu kan karena setan bukannya ya?
X: That’s not my point. Maksud gue, mereka makan buah itu karena 2 hal: 1. Karena mereka memilih makan buah itu setelah dihasut setan, 2. Karena Dia udah tau mereka bakal makan buah itu, makanya ditaruh di sana pohonnya. Menurut lo yang mana?
Y: Yang pertama. Karena mereka dihasut setan, makanya mereka tergoda gitu deh.
X: Then berarti mereka punya freewill? Mereka bisa milih makan buah itu sementara Dia nggak mau mereka makan. Itu bukannya Dia nggak omniscient?
X: Tapi kalau Dia maha tau, berarti apa yang dilakukan mereka itu sesuai kalkulasiNya.
X: Nah intinya, kalau Dia ngasih Adam dan Hawa freewill berarti He’s no longer God, because He’s not omniscient. Tapi kalau Dia omniscient semua pilihan otomatis nggak ada. Semua udah diatur olehNya.
Y: Ih, gue jadi serem deh, X, ngomongin beginian. Tapi asik. Haha. Di Solaria lagi, harusnya tadi kita ke tempat yang elit dikit gitu. Hahaha.
X: Hahaha, serem kenapa emangnya?
Y: Pokoknya serem. Lagian kok jadi ngomongin beginian deh pas nge-date gini. Haha. Udah udah, terusin lagi terusin lagi.
X: Apanya yang mau diterusin? Udah segitu aja. Kalau mau terus, bayar. Haha.
Y: Yakali deh. Lo kok bisa mikir kayak gitu? Ati-ati gila lho.
X: Ya gue cuman suka pakai logika aja kok. Hehe. Masih mau lanjut ngomongin hal religius begini?
Y: Kenapa nggak? Tapi jangan berat-berat yak.
X: Halah, udah pasti berat kok. Yaudah kalau gitu nggak usah aja deh. Pulang aja yuk, udah capek nih.
Y: Yaaaaah, sebentar lagi doooong, yaudah berat nggak apa-apa.
X: Yaelaaaah. Gini aja deh, gue kasih lo pertanyaan terakhir.
Y: Oke.
X: Dia kan maha bisa ya? Itu namanya omnipotent.
Y: Iya.
X: Nah, terus bisa nggak Dia nyiptain batu kecil yang nggak bisa diangkat sama sekali oleh siapapun atau apapun?
Y: Bisa. Kan bisa apa aja.
X: Nah bisa nggak Dia angkat batu itu?
Y: Bisa dong.
X: Berarti Dia nggak maha bisa atau nggak omnipotent.
Y: Lho kok gitu?
X: Karena Dia bisa ngangkat batunya, berarti Dia nggak bisa menciptakan batu yang tidak bisa diangkat sama sekali oleh siapapun atau apapun. Dan kalau Dia gak bisa ngangkat batunya, Dia juga nggak omnipotent, karena Dia nggak bisa angkat batunya.
Y: Nah loh!
X: Hahahahaha. Ekspresi lo barusan priceless abis! Ulang gih, mau gue foto! Hahahahhaha.
Y: Iiiih, rese!
X: Yaudah yuk pulang ah, capek beneran ini gue.
Y: Yuk. Ngomong-ngomong kapan-kapan kita ngaji bareng ya, nanti kita ngomong kayak gini lagi sama pak ustad.
X: Hahaha, nanti lo kepanasan lagi pas ngaji. Berasa kebakar.
Y: Iiiiih!


Mereka pun membayar makanan yang mereka makan tadi, kemudian mereka meninggalkan restoran itu untuk pulang.

Saturday, May 17, 2014

(Seharusnya) Lomba Makan Pizza

Sekitar sebulan lalu gue dan teman gue ikut lomba makan pizza yang diadakan oleh Papa Ron's Pizza. Ya, LOMBA... MAKAN... PIZZAAAAAAA... BROOOOOO!!! Seenggaknya waktu itu gue seantusias barusan. Ternyata waktu gue sudah di dalam lomba, “Lomba Makan Pizza” tidak lagi terdengar seasik yang gue kira, justru jadi biasa-biasa saja. Akan gue ceritakan.

Jadi saat melihat brosur lomba tersebut di Facebook, gue langsung ajak teman gue—yang kebanyakan akhirnya nggak ikut—dengan alasan senang-senang. Beberapa cewek yang rumahnya dekat lokasi juga tadinya mau gue ajak, tapi tidak jadi karena kalau mereka semua bisa, gue akan susah mengaturnya. Jadinya gue hanya mengajak yang pasti bisa saja, Isabela... yang sebelum hari H tiba-tiba katanya tidak jadi datang. Sialan.

Jadinya gue berangkat bersama teman gue Rifky yang katanya mau ikutan lomba juga, sementara beberapa teman lainnya menyusul untuk menonton kami. Rifky ini walaupun badannya menggambarkan "orang yang suka makan", tidak gue anggap sebagai saingan. Karena walaupun dia badannya tambun, kalau makan di warteg selalu kalah cepat dengan gue. Sebentar... *masukin "bisa makan cepat" di CV*. Singkat cerita, gue dan dia sampai duluan pas jam 11 tepat sesuai jadwal acaranya dimulai. HAHAHAHA. Tentunya kalian tahu gue berbohong. Gue datang jam 11 lewat.

Walaupun kami terlambat karena kami agak "Indonesia", tetapi acaranya lebih terlambat lagi. Soalnya mereka sama sekali belum mulai dan meja baru disiapkan. Mereka Indonesia banget. Pesertanya juga baru sedikit. Gue dan Rifky membayar Rp. 35.000 untuk biaya pendaftaran. Sudah selesai. Kami pun duduk menunggu.

Beberapa waktu kemudian, teman kami yang bernama Irfan datang bersama pacarnya Evi si cewek preman namun suaranya kayak Minnie Mouse. Dan kebetulan ketika mereka datang, ada 2 orang berpenampilan kayak alay acara Dahsyat musik di pagi hari menaiki panggung. Belum selesai gue berpikir sendiri "nggak mungkin lah mereka pembawa acaranya. Masa' acara begi..." mereka langsung teriak di atas panggung "Selamat datang di acara...". Bah.

Penampilan pembawa acaranya cukup "unik". Pembawa acara #1 memakai kaos garis-garis berwarna kuning-hitam, rompi coklat, bowler hat, skinny jeans warna coklat, dan sepatu boots. Pembawa acara #2 memakai kaos berwarna abu-abu yang dikeluarkan, skinny jeans hitam pudar dengan tambalan di mana-mana, sepatu boots, dan bowler hat juga. Mereka adalah penjahat fesyen! Dan logat mereka... ah, nggak usah dibahas. Yang seperti mereka hanya 2 orang di sekitar panggung. Kalau ditambah beberapa lagi, mungkin gue akan curiga kalau Raffi Ahmad dan Olga Syahputra akan muncul dan berteriak "Kembali lagi di Dahsyaaaaaaat...".

Masih mengenai pembawa acaranya. Kelihatannya mereka bukanlah pembawa acara yang sudah biasa menangani event sebuah merk, melainkan pembawa acara kawinan di kampung atas. Gue tidak menjurus ke logat mereka, tetapi lebih ke beberapa kesalahan yang mereka lakukan. Gue sempat mempelajari tekhnik public speaking, jadi gue tahu kalau seorang pembicara itu tidak seharusnya melakukan kesalahan fatal, seperti:

1. Membelakangi audiens
2. Mengecek HP
3. Garing
4. Jelek
5. Jelek banget

Dan mereka melakukan semuanya. Lu boleh tidak mengacuhkan dua poin terakhir, tapi mereka memang sangat buruk dalam membawakan acara. Belum lagi beberapa kali mereka salah sebut merk menjadi Pizza Hut. Tetapi mereka mempunyai nilai plus juga. Mereka... euhm... yak mari kita lanjutkan.

Singkat cerita perlombaan dimulai. Lomba dilakukan dengan sistem siapa cepat duluan dia menang, dan yang diadu adalah 5 orang dalam sekali kloter. Untuk babak pertama peserta diberikan pizza berukuran small. Kloter pertama dimenangkan mas-mas dengan waktu 1 menit 48 detik. Babak kedua dimenangkan oleh bapak-bapak dengan waktu lebih lama sedikit, 2 menit 14 detik. "Cih, amatir!" pikir gue, sebelum akhirnya giliran gue dan Rifky maju.

Giliran gue dan Rifky maju. Gue sangat optimis menang, karena lawan gue adalah Rifky, 1 mas-mas, dan 2 dedek unyu yang tampaknya masih SMA. Peserta ditanya satu-persatu oleh pembawa acaranya. Dan sumpah naujubileh JKT48, saat pembawa acara #1 ngomong ke gue, mulutnya BAU banget! Saat itu gue bisa merasakan sel-sel di otak gue melemah dan kemudian mati, untuk beberapa detik gue sempat melihat masa lalu gue diputar di otak gue bagaikan film yang sedang diulang, gue melihat cahaya putih di depan mata gue. Gue hampir mati. Sarapan apa dia tadi? Itu gila! Dan gue hanya menjawab sesedikit mungkin pertanyaannya demi keselamatan jiwa gue.

Lomba kloter gue dimulai. Kotak pizza sudah gue buka, gue ambil satu buah untuk gue masukkan ke mulut gue. PANAS GILA! Lidah gue terbakar hanya dengan 1 kali gigit. Ini bukan lomba, ini penyiksaan! Gue paksakan kunyah dan telan, kemudian gue ambil gigitan kedua. WANJIR! KOK BERASA MAKIN PANAS?! Gue kunyah pelan-pelan, dan lalu telan. Gue kesulitan memakan pizza yang disediakan, dan saat gue lihat ke samping sepertinya semua peserta memiliki masalah yang sama. Di sini gue sudah masa bodo dengan lomba, gue hanya fokus menikmati pizza yang ada. Gue makan dengan pelan dan santai. Saat gue mencari saus dan membukanya dengan gigi, penonton semua tertawa. Gue nggak berniat membadut, gue benar-benar sudah malas dengan lombanya. Pembawa acaranya dan semua penonton malah fokus ke gue. Di saat semua peserta masih berjuang makan dengan cepat, gue malah menusukkan sedotan ke gelas Aqua yang tersedia dan menganggap tidak ada lomba. Suasana pecah.

"Ha? Lomba apa?"

Dan akhirnya lomba kloter gue dimenangkan oleh Rifky, dengan waktu 3 menit sekian detik. Ternyata kami yang amatir. Namun di kloter selanjutnya ada orang yang makan lebih cepat dari siapapun. Lidahnya tahan panas, dan dia makan seperti tidak pernah makan dari SD. Namanya Mas Agus, dia makan sangat cepat, dia menghabiskan pizza miliknya sebelum lo bisa mengeja nama panjang SBY. Jelas dia menang. Dia memenangkan kloternya dengan waktu di bawah 1 menit. Gue menengok ke Rifky, "Ky, itu raja terakhirnya. Lo nggak bakal menang." Mendengar ucapan gue, dia gemetaran. Keringat dingin keluar dari pori-pori di sekitar wajahnya, mulutnya menganga seakan-akan melihat iblis tepat di depan matanya, wajahnya memucat. Ternyata dia mules... nggak ding.

Oke, langsung ke acara final  saja. Babak terakhir tetap diadakan dengan sistem yang sama, dengan jumlah orang yang sama, bedanya hanya ukuran pizza yang lebih besar. Rifky melawan jawara-jawara makan tadi, termasuk Mas Agus. Peserta lain tampak putus asa saat melihat Mas Agus. Dan begitu sudah diberi aba-aba untuk mulai, semua peserta bergerak.

Rifky sedang berjuang melawan bos terakhir.

Yang menang tidak usah ditanya, jelas Mas Agus. Dia makan dengan cepat. Peserta lain masih sibuk mengunyah, dia sudah selesai semenit sebelumnya. Bahkan dia sempat kembali ke tempat duduk saat lomba masih berlangsung. Gila! Peserta lain diremehkan. Seakan-akan dia berkata "Kalian itu sedang makan apa mengerjakan skripsi? Lama amat!"

Gue sempet heran, jangan-jangan dia memang pemburu hadiah lewat lomba makan. Jadi karirnya adalah peserta lomba makan. Gue tidak sempat melihat KTP-nya, tapi gue agak yakin kalau di kolom "Pekerjaan" di KTP-nya diisi "Peserta Lomba Makan". Jadi karena pengalaman mengikuti lomba makan, dan kemampuan yang sudah sangat terasah lewat berbagai perlombaan, wajar saja dia memiliki kemampuan sepeti itu.

Lomba selesai. Gue dan gerombolan gue naik ke lantai atas untuk mampir membeli sundae di restoran A&W. Tidak ada penyesalan apappun, karena niat kami adalah bersenang-senang, bukan menang. Bahkan gue lebih dari puas, bisa menghibur di acara yang pembawa acaranya garing seperti itu. Pembawa acaranya pun jadi ingat gue terus-terusan, karena nama gue seringkali disebut sepanjang acara walaupun gue sudah duduk.

Yak, satu lagi misi di hidup gue yang sudah gue capai: Mengikuti lomba makan.

Oh iya, ini adalah penampakan Mas Agus. Jadi kalau di sekitar lo ada lomba makan, dan orang ini ada di sana, bilang ke jurinya untuk langsung kasih hadiah pertamanya ke dia saja, nggak perlu buang-buang waktu menyilakan dia ikutan. Mending lombanya untuk merebut juara 2 dan 3 saja. 

You wanna beat me, son? Pffft... that's cute.

Friday, May 16, 2014

Langit Malam

Tengah malam tadi, saat gue pulang dari membeli Ultramilk karton besar dan Oreo Strawberry di Alfamart, gue melihat status teman di Facebook tentang bulan di malam ini. Gue melihat ke atas, dan melihat bulannya memang sedang berbeda. Ada halo-nya. Besar.


Memang, fenomena ini tidak jarang terjadi. Namun ada sesuatu yang membuat gue memutuskan untuk pergi ke lapangan terbuka dekat rumah saat itu.

Jam 00:12 gue sudah terlentang di lapangan. Sepi, sendiri. Punggung gue menyentuh dinginnya semen lapangan yang berembun malam itu. Gue membuka Oreo dan susu yang gue beli tadi. Jadi terasa piknik, bedanya gue hanya ditemani oleh suara motor dan mobil yang sesekali lewat.

Gue masih terlentang melihat langit. Melihat bulan dan halo-nya yang saat itu adalah elemen yang paling dominan di gelapnya malam. Gue membayangkan kalau halo itu adalah bayangan planet lain yang lebih besar. Apa akan seperti itu kira-kira besarnya Jupiter bila dia ada di posisi bulan? Gue takut namun kagum. Suatu perasaan yang agak susah dijelaskan, tapi itu yang gue rasakan saat itu. Gue senang bisa merasakan itu.

Gue menghubungi beberapa kenalan gue Mayang, Anin, dan Sandra via WhatsApp untuk mengajak mereka ngobrol tentang malam itu. Tetapi nampaknya mereka sudah tidur. Wajar, jam setengah 1 pagi ya tidak banyak orang yang masih terjaga. Tetapi kalau dipikir-pikir lagi mereka juga tidak begitu menyukai kegiatan melihat langit seperti gue, jadi apa yang mau diobrolkan? Malah ngobrolin hal lain nanti. Jadinya malah mengganggu gue menikmati malam itu.

Tiba-tiba gue teringat kenalan gue yang lain, Karola. Dia manusia Jogja yang katanya juga suka melihat langit malam. Menikmati hamparan bintang yang ada di langit. Gue pergi ke Facebook untuk melihatnya online atau tidak, dan lagi, nampaknya dia sudah tidur. Sayang sekali dia melewati pemandangan langit seperti ini.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, buat apa gue melakukan itu semua? Melihat langit sambil berbalas teks terdengar sangat konyol. Lebih enak kalau ngobrol dengan orang yang menyukai kebiasaan sama. Andai si Karola ini satu wilayah dengan gue, akan terdengar sangat asik sepertinya kalau kami ngobrol omong kosong tentang apapun sambil melakukan kebiasaan melihat langit ini.

Akhirnya tidak ada satupun yang gue ajak bicara. Gue kembali  kesepian menikmati malam itu, sambil memutar lagu Depapepe yang berjudul Wedding Bell. Berisik. Akhirnya pemutar lagunya gue matikan. Sepi kembali datang. Gue melamun.

Gue pun berpikir, mungkin melamun itulah kegiatan yang paling cocok saat itu. Bukannya ngobrol dengan orang, atau mendengarkan lagu. Melamun. Memikirkan tentang apapun secara mendalam. Tentang hidup, masa lalu, masa depan, dan alam semesta. Menyatu dengan alam semesta, cukup dengan memikirkannya. Menjadi seorang filsuf dadakan. Ya, itu yang mungkin lebih cocok saat itu.

Jam 02:28, Oreo yang gue beli sudah habis. Karton susu yang gue beli juga sudah terasa ringan ketika gue angkat. Punggung gue dingin. Langit masih cerah, dan bulan masih indah. Tetapi waktu sudah larut pagi dan gue sudah mengantuk. Akhirnya gue memutuskan untuk pulang meninggalkan bulan dan binntang yang saat itu menjadi semakin cantik. Sepertinya mereka sedang berkonspirasi untuk memanjakan mata gue dan menahan gue untuk pulang. Tetapi rasa kantuk menang dan gue  pulang. Menulis ini, lalu tidur.


Thursday, May 15, 2014

Sebuah Perjalanan

Gue punya sebuah cerita. Kebetulan cerita ini sudah pernah gue tulis di Twitter, dan kebetulan juga ada yang menyukainya sampai meminta gue membuat cerita sejenis. Tampaknya dia mengerti maksud dari ceritanya. Hehe. Dan akan gue tulis ulang di sini. Cerita ini adalah curhat dan punya arti, tapi terserah kalian mau mengartikan bagaimana lewat metafora yang ada.

Cerita ini mengenai seorang anak yang tinggal di sebuah rumah di daerah terpencil. Anak itu tinggal bersama orangtuanya, di rumah yang nyaman dengan halaman luas. Di pekarangan terlihat beberapa pohon buah yang berbuah sepanjang tahunnya, dan beberapa ternak yang digembalai oleh ibunya. Ada satu larangan utama yang diberikan orangtuanya: jangan pernah pergi keluar dari pagar halaman.

"Kenapa aku tidak boleh keluar dari pagar itu, Mama?" tanya si anak.

Kemudian ibunya menjelaskan alasan mengapa sang anak tidak boleh keluar dari pagar, dengan cerita-cerita seram. Ibunya berkata bahwa kalau si anak keluar, dia akan dimakan oleh serigala atau diculik oleh raksasa. Anak itu pun merasa takut. "Iya, makanya kamu di rumah saja. Di rumah kamu aman." kata ibunya.

Tahun demi tahun berlalu, dan si anak sudah menjadi dewasa tanpa pernah menginjakkan kakinya keluar dari pagar rumahnya. Tinggal dalam kenyamanan. Namun, dari kecil anak itu sering naik ke atas atap rumahnya untuk memandang di kejauhan. Mencoba melihat dunia di luar pagarnya. Sungai mengalir yang berkilauan, gunung-gunung yang menjulang tinggi. Oh, betapa dia sangat ingin melihat dunia di luar rumahnya.

Suatu ketika dia melihat ada seekor burung merpati yang sayapnya patah di halaman rumahnya. Anak itu menghampirinya untuk memberikan pertolongan, tetapi burung itu malah berlari menghindar. Anak itu heran, betapa cepatnya burung itu berlari.

Dia mengejar burung itu dan nekat keluar dari pagar rumahnya. Berlari jauh hingga melewati hutan. Melewati hutan yang gelap dan ditutup oleh lebatnya pepohonan. Lalu dia tersesat. Si anak kemudian menjadi takut, karena teringat tentang cerita ibunya akan raksasa dan serigala. Dia panik. Dia mencari jalan keluar dengan gelisah. Dan karena dia panik dia tidak memperhatikan sekitar, kemudian dia tergelincir dan jatuh terguling-guling sampai terjerembap di suatu tempat yang luas.

Ia membuka matanya dan dia tercengang. Dia melihat padang rumput yang begitu luaaaaaas. Hamparan bunga berwarna-warni sejauh mata memandang, pemandangan terindah yang pernah dia lihat. Tidak ada raksasa maupun serigala di sana. Hanya ada kupu-kupu, dan capung menari ceria dengan kepakan sayapnya di atas bunga. Dan juga hewan-hewan yang sedang santai melahap rumput.

"Inikah dunia luar itu?" pikirnya. Seketika dia langsung antusias untuk menjelajahi dunia luar lebih jauh. Mencari tahu lebih banyak apa saja yang ada di luar pagar rumahnya. Dia sangat bersemangat. Ketika ia sampai rumah dan menceritakan semuanya tentang padang rumput itu, dan bercertia tentang tidak adanya raksasa atau serigala di luar kepada ibunya dengan penuh semangat, ibunya marah dan murka.

"Kenapa kau tidak menuruti perintahku? Kau anak durhaka!" amuk ibunya. Cacian dan bentakan ibunya membuat sang anak merasa bersalah.

Namun dia teringat tentang padang rumput di luar pagar rumahnya, itu membuatnya mampu berdiri dan bertanya kepada ibunya. "Tidak ada raksasa dan serigala di luar sana. Kenapa kau berbohong, Ma?" tanyanya tegas.

Ibunya tertegun kaget. Kemudian ibunya menjelaskan alasan dia berbohong kepada anaknya karena dia mencintainya. Ibunya tidak mau dia keluar dari rumah itu. Ibunya menjelaskan itu sambil menangis. Sang anak tersentuh dan memeluk ibunya. "Aku juga sayang mama, bagaimanapun mama lah yang membesarkan aku." kata anak itu, "Tapi aku ingin pergi keluar melihat dunia. Biarlah aku menjalani hidup yang telah kupilih." lanjutnya.

Seraya melepaskan pelukannya, sang anak bersiap-siap. Dia menyiapkan bekal seperlunya untuk pergi dari rumah itu. Setelah dia siap, dengan penuh tekat dan semangat yang menggebu-gebu, dia meninggalkan rumah. Berat rasanya dia meninggalkan ibunya dan rumah itu, tapi dia juga sadar kalau tidak mungkin menghabiskan seumur hidupnya di sana.

Dengan rasa cemas dan penuh harapan, dia melangkahkan kakinya keluar pagar. Untuk pertama kalinya dia merasa bebas. Senyumnya lebar, menunjukkan bahwa dia sudah siap mencaritahu tentang dunia luar lebih jauh, dan kemudian menyatu dengan luasnya alam semesta menggapai bintang-bintang... dengan bebas.

Keluar dari rumahmu yang nyaman dan temukan takdirmu...


Wednesday, May 14, 2014

Ditinggal

Salah satu teman kecil gue baru saja kehilangan ayahnya. Saat gue bertemu dengannya di pemakaman, gue nggak mengatakan apapun selain "be strong..." karena tidak ada kata lain yang bisa mengurangi kepedihan kehilangan orang yang dicintai. Gue hanya menyalaminya dan memeluknya singkat. Gue tahu, hanya itu yang dia butuhkan dari gue; bukan wejangan, bukan kalimat menghibur. Dia hanya butuh tahu gue ada untuk dia pada saat itu.

Begitu pun ketika ibunya meninggal 2 tahun lalu. Gue melakukan hal yang sama. Hanya datang ke tempatnya dan menemaninya ngobrol. Ada untuknya. Tidak memberikan kalimat penghibur, tidak memberikan nasihat. Hanya ada.

Karena kepedihan itu hal yang sangat pribadi.

Ketika ibunya meninggal 2 tahun lalu, gue merasakan adanya kesamaan dengannya. Ibu kami sama-sama kalah oleh penyakit kanker. Ibu gue meninggal ketika gue masih kecil. Gue masih belum tahu banyak tentang apa itu meninggal. Ketika bendera kuning dipasang di rumah nenek gue, dan gue diberitahu bahwa ibu gue meninggal, gue hanya berlari dan menangis tanpa benar-benar memahami kalau seseorang yang gue sangat cintai tidak lagi bisa menemani perjalanan hidup gue lebih lama. Hanya menangis karena tahu ibu gue meninggal. Tidak lebih. Karena gue masih kecil dan belum begitu mengerti.

Beda kalau gue kehilangan ibu gue di umur sekarang. Pedihnya akan lebih terasa menyakitkan. Gue bisa membayangkannya, dan gue ragu bisa setegar teman gue tadi. Dia terlihat sangat kuat. Dia masih bisa tersenyum dan menghibur kami, para tamu, agar tidak bosan. Dia tertawa, walaupun gue tahu kalau sebenarnya dia sedang merasa sakit teramat sangat. Gue tidak tahu pasti tentang hal itu, gue hanya berasumsi. Namun satu hal yang gue tahu, dia tidak merasakan kesepian pada saat itu.

Banyak hal yang dia ucapkan pagi tadi, tapi ada satu yang masih gue ingat, "Bokap gue galak, dan kadang suka marah. Kalau gue malah keliatan sedih sekarang, bokap gue nggak bakal seneng." Katanya sambil bercanda. Dan kami pun tertawa dibuat-buat untuk menghargai bercandaannya.

Thursday, May 8, 2014

Zakid, Mz

Jadi dari hari Senin kemarin gue sakit. Jadi gue tidak bisa keluar rumah untuk melakukan aktivitas yang biasa gue lakukan. Dan seperti biasa, kalau gue sakit gue malas pergi ke dokter. “Tinggal istirahat aja ini mah.” selalu menjadi solusi gue pada hampir setiap penyakit yang gue derita.

Bukannya gue alergi dokter, hanya saja pengalaman dari kecil seringkali  menunjukkan kalau penyakit yang gue derita tidak akan bertahan lebih dari 2 hari, oleh karena itu pergi ke dokter hanya buang-buang waktu saja. Gue terlalu percaya sama daya tahan tubuh gue.

Namun pernah juga gue dikhianati olehnya. Saat itu gue pernah merasakan tidak enak badan, dan gue rasa itu hanya penyakit lewat biasa dan gue yakin tubuh gue bisa melawannya, namun keesokan harinya gue lemas tak berdaya. Setelah dibawa ke dokter ternyata panas gue mencapai 45 derajat. Demam dengan semangat 45. Dokter bilang itu adalah gejala tifus. Gue berpikir, “Gejalanya aja sadis, gimana yang aslinya?” Kalau ibarat boker, panas 45 derajat itu baru kentutnya. Pas sudah acara utamanya, boker, gue mungkin sudah diopname.

Dan sekarang gue rasa gue terkena gejala tifus lagi. Demam yang gue rasa memang tidak sebesar kemarin, mungkin hanya 44,9 atau sekitarnya, namun tetap saja itu membuat gue mati kutu beberapa hari belakangan ini. Dan juga gue malas ke dokter, alasan “nggak apa-apa, cuman butuh istirahat kok.” selalu menjadi andalan gue. Dan asal kalian tahu saja, banyak orang yang seperti gue, yang menjadikan “hanya butuh istirahat” sebagai alasan. Mungkin ada juga yang seekstrim ini:

X:  ASTAGA, Y! Ayo gue bawa ke rumah sakit atau dokter terdekat!
Y: Oh, nggak apa-apa kok.
X: Nggak apa-apa gimana? Lo baru jadi korban tabrak lari mobil begitu! Udah ayo, gue gotong sinih!
Y: Beneran, nggak apa-apa kok guenya.
X: MATAMU! Kaki lo kelindes ituuuuu! Udah hampir mau putus! Kalau dibawa ke rumah sakit dan ditangani dokter dengan segera mungkin masih bisa diselamatkan.
Y: Oh, ini? Cuman butuh istirahat kok.
X: Lo bukan cicak woi! Kaki lo nggak bisa numbuh lagi!

Sekali lagi, gue bukan alergi dengan dokter, namun ada saja orang yang alergi dokter walaupun tidak seekstrim di atas. Di sisi lain, ada juga orang yang terlalu percaya dengan dokter dan tidak mau repot. Di berbagai pedesaan sendiri banyak kasus demikian, banyak orang minta disuntik walaupun hanya demam dan butuh istirahat saja, karena ya mereka tidak mau tahu dan tidak mau repot bertanya. Di buku BaM sendiri Mas Isman menjelaskan kalau temannya yang menjadi dokter gigi di Garut pasiennya selalu minta giginya dicabut.

Dokter: Oh, ini mah cuman lubang kecil, Pak. Tinggal ditambal dan semua beres, nggak ngilu lagi.
Pasien: Nggak, Dok. Cabut aja!
Dokter: ...

Bukannya tidak mungkin juga kalau dokter gigi di sana juga pernah mendapat kasus ekstrim seperti ini:

Pasien: Dok, anak saya mulutnya di bagian belakangnya katanya berasa sakit!
Dokter: Oh, ini ya? Jadi di sebelah geraham ini ada—
Pasien: Cabut aja, Dok!
Dokter: Ini sariawan, Pak...
Pasien: Bisa dicabut nggak?
Dokter: ...

Bukannya tidak baik kalau percaya sama kemampuan medis dan kemampuan dokter, yang tidak baik itu kalau terlalu mengandalkannya. Jadi kalau merasa tidak enak badan langsung pergi ke dokter dan meminta pengobatan, padahal tidak enak badannya karena terlalu banyak kerja dan hanya membutuhkan istirahat. Dan juga jangan malas pergi ke dokter bila penyakit yang diderita itu sudah tidak wajar/tidak biasa, pekerjaan dokter itu bukan sebagai algojo kok, asal kalian mau menjadi pasien yang cerdas.

Sekarang sih gue sudah mendingan, tapi kayaknya gue masih akan sakit sampai akhir pekan besok. Jadi masih butuh “istirahat”. Lho, kenapa? Memangnya nggak boleh sakitnya tanggung sampai hari libur? :p

Wednesday, May 7, 2014

Pernahkah?

Pernahkah kamu kenal dengan orang di bawahmu yang lebih pintar/lebih dewasa/lebih berpikiran terbuka daripada dirimu dan itu membuatmu takut sehingga kau kagum? Kau menjadi kagum karena tahu kalau dia di bawahmu namun dia jauh di atasmu. Pernahkah?

Saya pernah.

Tuesday, May 6, 2014

Menikah atau Tidak?

Hari ini gue sedang sakit, dan agak terhibur karena 2 orang kenalan gue dari lingkaran yang sama, Jet dan Kei, membahas tentang pernikahan di linimasa Twitter. Dan seperti biasa, gue merasa kagum atas pemikiran mereka. Yaaa, sebenarnya bukan kagum sih, gue hanya senang bahwa orang pintar seperti mereka mempunyai cara pandang yang sama dengan gue. Dan gue senyum-senyum sendiri karenanya.

Untuk melihat pemikiran mereka tentang pernikahan, bisa dilihat di linimasa mereka. Gue nggak akan membeberkan apa saja poin-poin mereka tentang apa itu pernikahan. Kali ini gue akan ikut berbicara tentang pernikahan dari kacamata gue... walaupun gue nggak pakai kacamata. Ya tentunya kalian tahulah kalau itu cuman kiasan.

Jadi apakah pernikahan itu? Gampangnya itu adalah suatu ritual yang mengikat sepasang manusia dalam suatu hubungan yang sakral dan suci. Sepasang manusia yang sudah menikah tersebut akan membangun sebuah kelompok kecil yang disebut keluarga. Dan membangun keluarga itu merupakan tanggung jawab yang SANGAT besar dan memakan waktu seumur hidup. Berat? Iya, memang. Butuh pemikiran yang sangat matang dan tidak bisa seenaknya. Makanya gue agak bingung ketika melihat banyak banget orang yang menikah muda.

Bagi teman-teman gue yang sudah follow gue dari dulu, pasti sering banget melihat ocehan gue tentang menikah muda. Dan dari ocehan itu mungkin mereka akan menganggap kalau gue itu anti pernikahan muda atau anti pernikahan. Karena ocehan gue tentang topik ini biasanya kontra dan tidak seperti yang orang-orang pikirkan (atau seenggaknya orang di sekitar gue).

Apakah gue anti pernikahan muda? Tentu tidak. Gue setuju saja jika ada sepasang kekasih ingin meneruskan hubungannya ke tahap lebih serius. Toh itu hidup mereka, bukan gue. Asal mereka bahagia dan merasa tidak keberatan, ya bagus. Yang bikin gue kelihatan anti pernikahan muda adalah pendapat kontra gue yang didasari karena gue sudah banyak melihat pasangan muda yang tidak memiliki rencana yang cukup matang. Mereka terlihat seperti lupa kalau cinta saja itu tidak bisa menghidupi sebuah keluarga. Dan gue juga sudah melihat salah satu yang tidak bertahan lama karena masalah sepele. Itu juga membuat gue makin yakin untuk tidak menikah muda. Kebanyakan anak muda tidak mampu memikul tanggung jawab besar seperti pernikahan. Dan ya namanya juga hidup, pasti ada juga yang berhasil melaluinya, jadi nggak perlu bilang "gak juga ah." ke gue.

Gue sendiri tidak terlalu memusingkan kapan gue harus menikah. Yang terbayangkan di otak gue adalah gue menikah ketika gue sudah mapan di umur 30 ke atas. Dan bila di umur 30 ke atas itu gue belum juga mapan, ya gue tidak akan menikah. Gue nggak mau menyusahkan anak orang.

Apakah gue juga anti pernikahan? Juga tidak. Gue setuju kalau pernikahan bisa jadi salah satu sumber kebahagiaan dalam hidup, namun gue juga akui bahwa pernikahan bukan untuk semua orang. Nggak semua orang bisa memikul tanggung jawab pernikahan. Kalau kesannya gue anti itu karena gue nggak suka dengan pola pikir orang-orang yang menjadikan pernikahan itu sebagai piala kesuksesan.

Kalau mau dilihat lagi, sekarang ini pernikahan itu lebih cenderung ke tekanan sosial. Jika tidak menikah di umur sekian, masyarakat akan mengadili macam-macam. Padahal sebenarnya bisa saja orang yang tidak menikah itu memilih untuk demikian karena beberapa alasan. Bagaimanapun juga, itu lebih baik daripada menikah karena obsesi buta.

Obsesi buta yang gue maksud adalah obsesi orang terhadap pernikahan, yang menganggap kalau pernikahan itu adalah solusi dan titik pencapaian kesuksesan dalam hidup. Seolah kita sudah dicuci otaknya, jadi robot yang diprogram oleh masyarakat untuk lahir lalu sekolah kemudian kerja terus menikah dan punya anak dan diakhiri oleh mati. Dan misalnya ada orang yang mau menentukan jalan hidupnya sendiri dan menyimpang dari jalur tersebut, langsung dicemooh dan dicerca. Itu seperti dibilangin "Lo boleh bebas, tapi mesti ikutin peraturan gue." Apakah pernikahan itu adalah sebuah titik pencapaian? Bisa jadi, tapi jelas itu bukan puncaknya.

Lo mau menikah atau tidak, ya bebas. Pilih dengan bijak lo mau menempuh jalur yang mana. Cuman yang harus diingat adalah, ketika lo sudah menikah, entah di umur muda atau tua, tanggung jawab yang lo pikul menjadi bertambah berat. Lo tidak mau menikah? Ya beban lo tambah berat juga, khususnya dari pandangan masyarakat. Gue sendiri nggak menganggap kalau pernikahan itu penting. Ide kalau kedua orang saling mencintai saja sudah cukup bagi gue, tapi perlu diingat bahwa tidak semua orang berpikiran seperti gue. Jadi, mau pilih yang mana?

Oh iya, kali saja lu males nengok ke kanan, gue mau kasih tahu lagi kalau gue punya akun ask.fm lho. Jadi mari saling tanya! Kalau mau tanya pandangan gue lebih luas lagi tentang ini, juga bisa. Sila tanya di sini. Ya ya ya? Ayo dong. Kesepian nih. :(

Friday, May 2, 2014

Kurang Konsentrasi dan Mijon

Hari ini gue dan empat kerabat gue mempunyai sebuah rencana untuk pergi ke suatu tempat. Empat orang itu bernama Arya, Gembel, Mamet, dan Iwan. Tentunya nama-nama itu merupakan nama panggilan yang diberikan oleh kelompok kami. Mana ada ibu yang begitu sayang kepada anaknya sampai harus memberi nama “Gembel”? Lagipula persahabatan antar pria yang kuat itu disimbolkan dari sekasar apa mereka saling menyapa. Teori itu bisa gue beri contoh dari teman gue yang bernama Nius. Saat itu gue ingin menghubungi sahabat dia yang bernama Gonzales.

Gue: Yus, minjem HP lo dong, gue mau hubungi Gonzales. Gue nggak punya nomernya.
Dia: Oke, nih. *dia memberikan HP-nya*
Gue: Euh... mana? Kok Gonzales nggak ada?
Dia: Oh, cari di “S”. Si Tai.
Gue: ...

Kembali lagi kepada 5 sekawan tadi.

Jadi, kami sebelumnya janjian bertemu di J.Co pada jam 12 siang. Tentunya sebagai orang Indonesia sejati gue datang pada jam 12.10. Setelah gue sampai gue dikagetkan dengan tidak adanya teman-teman gue. Mereka lebih Indonesia. Sambil menunggu, gue memesan minuman coklat dan menghubungi mereka semua. Arya bilang sudah berada di lampu merah, Mamet tiba-tiba tidak bisa ikut, sedangkan sisanya bilang kalau tidak bisa datang ke J.Co dan akan langsung berangkat ke lokasi. Bagus! Selain doyan ngaret, mereka juga suka membatalkan janji seenaknya. Kalau cara mengukur ke-Indonesia-an seseorang dari kedua sifat itu, gue yakin mereka sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kriteria untuk menjadi pemimpin negri ini.

Gue menunggu Arya. Arya pun ditunggu gue (halah). Kemudian tidak lama setelah itu, Arya datang dan menanyakan yang lainnya pada di mana. Obrolan kami cukup aneh... well, dianya sih yang aneh. Kenapa? Karena yang kami obrolkan kurang lebih seperti ini.

Arya: Sorry telat,mana yang lain?
Gue: Gembel masih di rumahnya sama si Iwan, katanya nanti langsung ke lokasi. Mamet juga masih di rumahnya dan nggak bisa ikut.
Arya: Laaaaah? Kok gitu sih? Kenapa si Mamet nggak bisa ikut?
Gue: Nggak tau, katanya ada urusan mendadak. Cabut nih?
Arya: Nggak bisa gitu dong! (dia agak kesal) Wong udah janjian dari Selasa kok. Itu si Gembel juga seenaknya, kan yang ngajak kumpul di sini itu dia.
Gue: Ya mau gimana lagi? Rumahnya si Gembel kan agak jauh dari sini, mungkin dia ngajak kumpul di sini buat kita doang.
Arya: Tetep aja ah! Si Mamet pake nggak bisa ikut juga, kenapa sih dia emangnya?
Gue: Euh... tadi bukannya gue udah bilang kalau dia ada urusan?
Arya: Urusan apaan?
Gue: Gue nggak tau. Kerjaan kali. Pokoknya dia bilang nggak bisa ikutan. Kapan-kapan aja.
Arya: Oh, jadi dia nggak bisa ikut?
Gue: TAU AH!

Gue nggak tahu itu dia sengaja mengulang-ulang bercanda  atau mau membuat gue ikutan kesal semata. Tapi dari matanya gue tahu kalau dia itu sedang serius, jadi bisa gue pastikan kalau dia tidak bercanda.

Nggak bisa dipungkiri (cielah “dipungkiri”) kalau kita pasti kenal dengan orang dengan kebiasaan kayak di atas. Yang gue maksud dengan kayak di atas adalah absurd. Gue nggak bisa menjelaskan mengapa mereka bisa seperti itu, namun gue punya kesimpulan kalau mereka seperti itu karena kurangnya daya konsentrasi. Kurangnya konsentrasi bisa membuat kita menjadi pelupa, susah mengingat, atau paling parah menjadi bahan ejekan teman.

Selain Arya tadi, gue juga mempunyai teman bernama Frans yang mempunyai masalah sama. Kalau si Frans ini tidak usah ditanya kisahnya. Karena terlalu banyak. Kalau dibuat buku tentang kejadian lucu keanehannya, 3 seri buku Harry Potter akan kalah tebal. Bukunya bisa dibuat untuk ditimpuk ke maling dan malingnya akan pingsan. Frans adalah Jim Hendrixnya dalam bidang kurang konsentrasi. Pernah saat itu sedang nongkrong bareng...

Frans: *menggigil* haduuuuh, dingiiiiin banget...*sambil melepas jaketnya*
Figuran: Lho, kalau kedinginan kenape jaketnya dibuka?
Frans: *bengong* *mikir* Oh iya ya... hehehehehehehehehehehehe.
Semua: ...

Dan dulu gue juga pernah ceritakan di sini tentang Mang Maman.

Bagi yang malas buka link tadi, akan gue ceritakan sedikit di sini. Mang Maman adalah asisten ibu gue yang selain agak bolot, dia juga memiliki masalah dengan konsentrasinya.

Gue bisa dibilang anak semi-gaul, makanya gue sering pulang malam. Karena gue sering  pulang malam, Mang Maman sering memastikan apakah gue sudah pulang atau belum. Kalau sudah, berarti dia bisa mengunci pintu gerbang. Kalau belum, pintu gerbang tidak dikunci agar gue bisa masuk.

Suatu ketika gue pulang tidak terlalu malam, di bawah jam 12. Gue sudah di kamar, menyalakan lampu dan juga menghidupkan TV (saat itu gue masih suka menonton TV). Lalu tiba-tiba ada suara ketukan dari luar. Gue buka kamar pintu gue, menengok ke luar, dan menemukan ternyata Mang Maman yang mengetuk pintu. Saat gue tanya “Ada apa?” Dia menjawab santai dengan satu pertanyaan yang hampir membuat gue hilang harapan terhadap umat manusia. Dia bertanya “Oji udah pulang?” (bukalink tadi untuk cerita lengkapnya)

Sekali lagi, gue nggak bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan mereka. Yang bisa gue simpulkan adalah mereka kurang konsentrasi, sehingga daya otaknya agak ya-gitu-deh. Terus bagaimana sebaiknya kalau Anda merupakan salah satu yang demikian? Coba banyak-banyak minum Mijon. Kalau tidak sembuh juga, ya paling nggak sudah berusaha.

Moral dari cerita ini? Seperti biasa: nggak ada. Tapi satu hal yang mesti diingat, kalau Anda kurang konsentrasi di atas, bersiaplah jadi bahan ejekan kawan Anda. :)

Thursday, May 1, 2014

Hei, Mei!

Heya! Bulan Mei sudah datang lagi! Nggak kerasa sudah Mei, perasaan baru 365 hari lalu bulan Mei, eh sudah Mei lagi.

Bulan Mei adalah bulan yang cukup spesial buat gue. Bulan yang disimbolkan oleh bunga Lily ini merupakan bulan di mana 20 tahun lalu seorang pemuda yang mengannggap dirinya keren lahir. Ya, itu gue. Agak kecewa sih, kenapa gue nggak dilahirin bulan November? Kan kalau gue lahir di bulan November, berarti proses pembuatan gue itu adalah Februari yang notabene adalah bulan cinta, dengan begitu siapa tahu kehidupan percintaan gue lancar. Halah...

Tapi buat sebagian kaum, justru bulan Mei itu adalah bulan cinta. Buat bangsa Viking misalnya. Di dalam mitologi Nordik, bulan Mei merupakan bulan cinta, karena ada sepasang kekasih yang ceritanya melegenda. Akan gue ceritakan sedikit.

Menurut mitologi Nordik, dunia itu terbagi menjadi 9 bagian oleh cabang-cabang pohon Yggdrasil. Salah satunya adalah dunia yang bernama Vanaheim, dunia para Vanir atau dewa-dewi kecil yang tentunya keberadaannya tidak begitu dipedulikan oleh dewa-dewi besar di Asgard sana. Di Vanaheim, ada sepasang kekasih bernama Ruem dan Arfkhol. Mereka adalah pasangan dewa dan dewi yang sangat mesra tiap harinya. Cinta mereka terkenal paling kuat sedunia. Membuat semua dewa menjadi iri karenanya.

Suatu ketika para dewa di Asgard sedang bosan karena semuanya dalam keadaan tenang. Kemudian Loki mengusulkan untuk "bermain" sedikit. Odin bertanya, permainan macam apa yang hendak Loki mainkan. Loki berkata untuk membuat skenario bohong untuk mengetes cinta dewa-dewi yang terkenal kuat itu. Ya, mengetes cinta Arfkhol dan Ruem yang Loki maksudkan. Skenarionya sederhana, Odin datang ke Vanaheim dan bilang kalau sedang ada perang dunia antara Asgard dan Nifleheim (dunia para raksasa bawah tanah), dan butuh bantuan dari beberapa dewa-dewa Vanaheim, termasuk Arfkhol. Lalu setelah beberapa waktu, Odin datang kembali dan mengumumkan bahwa perang sudah dimenangkan namun beberapa Vanir berhasil diculik dan para Jotun (raksasa) di Nifleheim meminta tebusan berupa dewi-dewi dari Vanaheim untuk dijadikan makanan. Tentunya itu semua hanya berpura-pura, sebenarnya semua dewa Vanaheim sudah tahu skenarionya kecuali Arfkhol dan Ruem, dan dewa-dewa yang katanya diculik tersebut sedang di Asgard menikmati jamuan.

Simpel? Ya memang. Namun setelah semua dilakukan, dalam perjalanan ke Asgard mereka disergap oleh para raksasa. Itu adalah kejadian di luar skenario Loki. Odin pun bingung. Akhirnya terjadilah perang kecil yang dimenangkan para dewa. Tidak ada yang luka berat, kecuali Arfkhol yang dadanya terkena gada berduri salah satu raksasa. Odin, Loki, dan Thor menghampiri tubuhnya yang terkapar lemas di daratan. Odin memeluknya, meminta maaf, dan menjelaskan semua niat awalnya kepada Arfkhol. Niat awal melakukan skenario untuk mengetes cinta Arfkhol dan Ruem karena cinta mereka membuat para dewa iri.

Arfkhol tidak marah. Dia justru merasa terhormat bahwa seorang dewa biasa macam dia bisa mendapat perhatian dari dewa tertinggi di Asgard dan membuatnya melakukan itu semua untuk mengetes cinta Arfkhol dan Ruem. Tahu bahwa umurnya tidak akan lama, Arfkhol memberikan sebuah bola bercahaya yang dia bilang bernama Tartarus kepada Odin. Dia meminta Odin untuk memberikannya kepada Ruem dan menyampaikan permintaan maaf Arfkhol karena tidak bisa mencintai Ruem setiap harinya sampai Ruem menemui ajal sesuai janjinya kepada Ruem dulu. Lalu Arfkhol gugur. Untuk pertama kalinya Odin menyesal atas tindakannya. Loki terlihat kecewa, dan Thor membanting palunya karena kesal. Guntur yang hebat tercipta karenanya dan suara dari guntur itu menggelegar sampai ke seluruh dunia.

Singkat cerita, Ruem mendengarkan semuanya dari Odin langsung. Air matanya jatuh ke tanah, namun ia tersenyum. Dia menerima Tartarus milik Arfkhol dan memeluknya erat tanpa menangis, hanya berlinang air mata. Para dewa tahu kalau mereka harus pergi. Ruem butuh waktu sendiri. Semenjak itu Ruem tidak ceria seperti sebelumnya. Dia terlihat murung. Badannya kurus karena rasa sedih telah menghilangkan nafsu makannya.

Tartarus milik Arfkhol tiba-tiba mengeluarkan cahaya biru yang tidak biasanya. Ruem menganggap kalau itu adalah jiwa Arfkhol yang tidak mau melihat Ruem larut dalam kesedihan. Tapi justru itu membuatnya tambah sedih. Ruem menangis di depan bola itu, dan mengeluarkan kekuatannya yang tercipta karena rasa sedih, kekuatan berupa hawa dingin yang bisa dirasakan sampai Asgard. Kemudian setelah 30 hari bola itu bercahaya dan selama itu juga Ruem menangis sambil mengeluarkan kekuatannya, Ruem pun mati.


Dari cerita tersebut, bangsa Viking memberikan sebuah nama kepada satu bintang di angkasa yang hanya terlihat pada bulan Mei. Bintang kecil berwarna biru yang bernama Tartarus. Mereka menganggap itu adalah Tartarus yang sedang bercahaya milik Arfkhol yang tidak ingin melihat Ruem menangis, dan hawa dingin yang mereka rasakan disebabkan oleh Ruem yang sedang menangisi Arfkhol. Oleh karena itu di bulan Mei bangsa Viking suka melihat langit malam kalau sedang cerah, dan berdoa untuk menghormati cinta Arfkhol dan Ruem.

Jadi menurut bangsa Viking, justru bulan Mei lah bulan cinta. Apa? Nggak percaya? Ya wajar, orang gue cuman ngarang! HAHAHAHAHAHAHAHAHA! :))

Yang gue tulis itu sepenuhnya omong kosong yang asal ditulis tanpa berpikir. Lagian gue juga nggak tahu apa pada jaman Viking dulu sudah ada penanggalan masehi atau tidak. Hahahahahahahahahaha.

Okelah, sudah dulu bercelotehnya. Oh,berhubung ini bulan Mei, gue akan berusaha menaikkan frekuensi menulis di blog ini. Kenapa? Ya karena ini bulan spesial, dan juga untuk menghormati Arfkhol dan Ruem. :p

Selamat datang, Mei! :)