Tuesday, March 26, 2013

Nggaaaaaaak


Dari semua jawaban atas pertanyaan apapun, jawaban yang paling saya benci adalah “Nggaaak...”

Kenapa harus nggak? Padahal saya tidak memberikan opsi jawaban “iya” atau “nggak”.

Saya adalah orang yang semi-kepo, alias selalu ada rasa ingin tahu tapi kebanyakan rasa tidak pedulinya. Oleh karena itu, walaupun teman saya sedang membicarakan sesuatu hal yang sebenarnya saya tidak mau tahu apa yang mereka bicarakan, saya ingin tahu!

Teman #1: Seharusnya kalau mau Indonesia maju, sistem infrastrukturnya mesti diperbaiki dulu lah.
Teman #2: Iya, dan juga mesti dibuat undang-undang baru tentang beberapa hal.
Lalu saya datang.
Gue : Eh, pada ngomongin apaan sih?
Mereka : Ngaaaaak...

Lalu beberapa saat kemudian saya merasa baru saja diomongi.

Ya, jawaban seperti itu tidak membuat rasa penasaran yang ada di dalam diri kita hilang, malah justru menambahnya dengan rasa curiga, dan rasa ingin tahu jadi semakin besar. Bahkan orang yang tadinya hanya sekedar bertanya untuk basa-basi, bisa menjadi parno karena mengira temannya sedang membicarakan dia.

Setelah dia parno, dia akan terus-menerus bertanya kepada temannya tadi tentang apa yang mereka bicarakan sebelumnya yang akhirnya dia akan terus-menerus pula mendapat jawaban “nggaaaak...” dari temannya. Kemudian karena tidak mendapat jawaban, dia menjadi membenci temannya. Kemudian pertemanan mereka rusak.

SEE?! Jawaban “nggaaaaak...” itu bisa merusak pertemanan!!!

Selain itu, jawaban itu juga bisa membuat orang lain menjadi suudzon. Dan suudzon itu dosa. Membuat orang lain menjadi dosa itu juga membuat kita berdosa. Dan kalau berdosa itu masuk neraka.

SEE???!!! Jawaban “nggaaaaak...” itu juga membuat lu MASUK NERAKA!!!

Jadi jangan sekalipun menjawab pertanyaan dengan “nggaaaaak...” kecuali memang ada pilihan “ya” atau “tidak” di pertanyaannya. Atau silahkan menjawab “nggak”, kalau di belakang kata tersebut ada penjelasnya.

A : Eh pada ngomongin apa sih?
B : Nggaaaaak... kita baru ngomongin seberapa bau diri lo kalau lagi ngumpul. Kita ngambil kesimpulan kalau lu terlalu pelit untuk beli deodoran.
C : Eh eh eh, jangan lupa kalau kita tadi juga ngomongin seberapa bau nafasnya kalau ngomong. Sumpah, A, setiap kali lu ngomong  gue selalu nyesel nggak bawa masker.
A : Oh, gitu.

Ya walaupun kesannya plin-plan (udah bilang ‘nggaaaak’ tapi malah jawab) paling tidak  orang yang bertanya tadi tidak penasaran dan menjadi suudzon.