Saturday, April 28, 2012

Profesi

Holla! Gile udah lama banget gue nggak nge-post di sini. Kalau gue kasih alesan, pasti elu bilangnya: "Alesan lu basi, Mar!", "Ah tokai, di post lu sebelumnya elu juga bilang hal yang sama!", "Woi! Bayar utang lu, kampret!"

*hening*

Oke tadi jayus. Tapi bener, alesan gue nggak nulis sekian lama adalah alesan yang basi banget, yaitu: males. Sebenernya gue nggak terlalu males juga sih. Sebenernya banyak yang mau gue bagi melalui blog ini. Sebenernya ini adalah kalimat ketiga yang pake kata “sebenernya” berturut-turut.

Ijinkan gue make kata “sebenernya” 1 kali lagi. Sebenernya gue nggak bisa salahin sifat malas gue, karena itu bisa aja diubah kalau aja niat gue untuk nulis memang besar. Dan lagi gue juga nggak bisa salahin apapun yang sedang menarik minat gue sekarang ini sehingga membuat blog ini terbengkalai. Karena, sahabatku yang super, seperti yang gue bilang tadi, semua bisa saja diubah jika kita mempunyai kemauan yang besar dan kita fokus pada kemauan tersebut, dan itu juga termasuk mengubah jenis kelamin. Oleh karena itu, fokuslah pada sesuatu yang memang Anda minati, jangan kepada sesuatu yang tidak Anda sukai, karena itu hanya membuang waktu Anda. Super sekali memang saya ini!

*kembali hening*

Nah loh, kok jadi ngawur? Dan kenapa gue berlagak kayak motivator begitu?

Yah, seperti yang kalian lihat di atas, profesi motivator kayak om Tario Meguh itu memang nggak cocok buat gue. Karena jiwa motivator gue udah lama nggak ada. Dan lagi, menjadi seorang motivator itu nggak gampang. Kalian harus punya kata-kata menghipnotis yang kiranya bisa ngebegoin orang untuk percaya kalau itu bukanlah kotoran kerbau. Walaupun gue tertarik membuat kata-kata yang bisa menghipnotis, dan gue juga suka ngebegoin orang, tapi gue nggak suka kotoran kerbau, itulah yang membuat gue nggak cocok di profesi ini. :p

Ngomong-ngomong soal profesi, sekarang gue mau ngebahas tentang profesi. Kalau biasanya orang normal suka ngebahas pekerjaan apa saja yang cocok dengan dia di blognya untuk promosiin diri, gue—sebagai orang semi-normal—mau nyoba nulis profesi apa saja yang nggak cocok dengan gue. Bukan untuk ngejatuhin harga diri sendiri, atau ngebuat gue terlihat tolol dan nggak berguna, tapi karena gue nggak mau ikut-ikutan dan akhirnya menjadi sama karena nggak punya sesuatu yang berbeda, dan kalau gue udah sama berarti gue nggak beda dari yang gue samain dan nggak berbeda tadi. Dan kalau kalian bingung, nggak usah dibaca ulang. Intinya ya gue nggak mau sama.

Okeh, daripada banyak cincong, mending kita mulai.

Berikut ini adalah profesi yang kiranya nggak cocok dengan Omar Firdauzy yang Maha Cihuy. Jika ada kesamaan profesi dengan apa yang Anda lakukan sekarang, jangan marah. Karena ini... silahkan baca header blog ini.




Profesi Motivator

Seperti yang sudah gue kasih tau di atas, gue nggak cocok menjadi seorang motivator karena jiwa motivator gue sudah lama hilang. Dan lagi menjadi motivator itu susah. Karena, dengan menjadi seorang motivator, otomatis gue mesti punya stok kata-kata manis menghipnotis yang saking manisnya kalau orang keseringan denger kata-kata motivasi dari gue dia bisa kena diabetes. Mungkin ada beberapa yang nggak setuju, tapi kenyataannya motivator itu memang demikian. Dia membuat elu melayang tinggi karena kata-kata manisnya dan membuat elu lupa kalau elu bisa aja patah tulang karena jatuh dari ketinggian tadi. Dan ada juga motivator yang nggak realistis yang biasanya memberi motivasi melalui kalimat perumpamaan yang mungkin lebih membuat bingung daripada termotivasi. Contohnya kayak gini: “Sebuah hubungan cinta itu seperti sebuah sepeda. Jika tidak dirawat dengan baik, akan berkarat dan kemudian rapuh.” Nah biasanya kalimat kayak itu yang disukai sama orang yang haus motivasi, yang nggak bisa memotivasi dirinya sendiri dan butuh siraman motivasi dari orang. Nggak percaya? Berarti di linimasa Twitter Anda tidak ada ABGaulabil. Dan bayangkan jika gue menjadi seorang motivator, tentunya itu nggak bakal berjalan lancar karena gue nggak punya begitu banyak kalimat manis untuk membangun orang. Apalagi kalau gue menjadi motivator jenis terakhir tadi.

Korban: Mar, gue sama si X lagi berantem. Gue galau abis nih. Gimana dong?
Gue: Percintaan itu layaknya sebuah pompa air, bila tidak dirawat dengan baik akan berkarat dan kemudian rapuh.
Korban: Hmmm... oke, oke. Maksudnya?
Gue: Maksudnya, percintaan itu layaknya sebuah handphone, kalau dipakai tidak benar akan cepat rusak.
Korban: O... ke. Jadi intinya?
Gue: Intinya, percintaan itu sama seperti sebuah flashdisk, jika dibiarkan terlalu lama di CPU, dan kemudian dibiarkan memanas lama-lama, data di dalamnya akan rusak.
Korban: Euh... gimana sih?
Gue: Gini lho, hubungan percintaan itu mirip seperti sebuah laptop. Jangan dibiarkan lama-lama atau nanti akan error.
Korban: Lu jadinya mau kasih nasihat apa buka toko elektronik?


Profesi Supir

Gue mungkin termasuk orang yang semi-buta arah, maksudnya gue adalah orang yang nggak dengan cepat mengingat suatu jalur untuk dilewati. Gue baru hafal rute jalur baru kalau saja gue sudah melewatinya berkali-kali, minimal 3 kali. Beda kayak beberapa temen gue yang mungkin di otaknya sudah tertanam Global Positioning System, soalnya mereka bisa dengan cepat menghafal jalur suatu jalan dalam satu kali lewat. Itu dia yang ngebuat gue nggak cocok berprofesi sebagai supir, karena dengan menjadi supir berarti gue punya kewa jiban mengantar seseorang ke tujuannya dengan selamat dan tepat waktu. Dan mari kita kembali membayangkan gue yang ganteng ini, sekarang bayangkan gue menjadi seorang supir, tentunya ini juga nggak akan berjalan lancar, karena ke-semi-buta arah-an gue.

Penumpang: Mas, tolong ke X café.
Gue: Oke… tapi itu di mana ya, mas?
Penumpang: Itu lho yang di sekitar jalan Y.
Gue: Oooh… dan jalan Y itu dari sini arah mana ya, mas?
Penumpang: Deket perumahan Z lhoo!
Gue: Perumahan Z yang mana sih?
Penumpang: Adoooh! Sini deh gue yang nyetir!


Pembawa Acara Kuis Interaktif

Yaaa, gue tau di antara kalian sebagian ada yang kayak gue yang menganggap kuis interaktif itu bohongan alias palsu. Kenapa gue menganggap itu palsu? Karena gue rasa itu nggak asli… *ditimpuk batu*

Oke, kembali ke semi-serius. Gue anggap itu bohongan karena gue melihat beberapa kejanggalan dari sebagian besar kuis interaktif yang ada di TV. Sebaiknya kejanggalan yang gue bilang tadi gue paparin satu persatu dalam bentuk poin-poin supaya terlihat lebih rapi. Cekidot!

Kejanggalan yang Gue Lihat di Kuis-kuis Interaktif di Beberapa Saluran TV dan Buset Ini Kenapa Judulnya Panjang Banget Coy

Kejanggalan pertama
Kuis-kuis interaktif yang ada di TV kebanyakan hadiahnya bernilai di atas Rp. 500.000. Walaupun sebagian orang menganggap itu bukan nilai yang banyak, tapi sebagian lagi merasa itu adalah nilai yang tinggi. Dan tentunya yang akan menghubungi TV itu untuk ikut kuis interaktif supaya mendapat hadiahnya adalah orang yang menganggap hadiahnya tinggi, karena mereka anggap mereka butuh uang itu entah untuk kebutuhan keluarga atau kesenangan pribadi. Dan layaknya orang yang butuh uang, tentunya saat menang kuis dan mendapat uang yang dimenangkan, pasti dia bakal senang, jungkir balik, salto, jatoh karena saltonya mendarat salah, masuk rumah sakit… atau paling nggak dia bakal teriak girang saat diberi tahu bahwa dia mendapat uang gratis. Tapi yang kebanyakan gue lihat yang menang kuis dan mendapat duit nggak teriak girang. Apa dia sudah kaya? Tapi kalau dia sudah kaya kenapa masih saja buang-buang waktu untuk mencoba ikut kuis tersebut? Apa dia memang manusia tanpa ekspresi? Apa kotak suara dia sedang rusak? Apa gue terlalu banyak nonton Spongebob karena nanya pertanyaan bego kayak pertanyaan sebelumnya? Hanya Tuhan yang tahu.

Kejanggalan kedua
Euh… hmmm… gue rasa kejanggalannya cuma 1 tadi.

Tapi bener, kayaknya kuis interaktif di TV itu palsu. Contoh nyatanya pernah gue tangkap dulu. Jadi sang pembawa acara belum memberi pertanyaannya, tetapi orang yang ada di telfonnya sudah teriak “B!”. Dan tebak, jawabannya BENAR! Kemungkinannya ada 2: 1. Orang itu padahal cuma nebak ukuran dada pembawa acaranya, 2. Penelfonnya palsu.

Tapi itu bukan alasan kenapa gue nggak bisa jadi pembawa acara kuis interaktif. Alasan yang asli adalah karena lidah gue kadang suka kepeleset sehingga kalimat yang gue ucapkan jadi terdengar aneh. Misalnya kalau lidah gue kepeleset, yang tadinya gue berpikir mau ngomong “Tadi dosennya lagi rapat.” Malah akan terdengar “asebeleseblesebletaste.” Dan biasanya teman gue akan mencoba untuk mengerti perkataan gue beberapa saat lalu berkata “Ha?”

Dan bayangkan kalau gue menjadi pembawa acara beneran. Mari kesampingkan anggapan bahwa kuis interaktif itu palsu dan produser akan merekrut gue tanpa memikirkan kekurangan lidah gue yang sering kepeleset. Kuis yang gue bawa akan hancur! Dan penelfon tidak akan pernah menang! Karena…

Gue: Halo, dengan siapa? Di mana? Password-nya apa? Dan makanan kesukaannya apa?
Penelfon: *jawab*
Gue: Oke, langsung aja pertanyaannya ya? Siapa striker klub Real Madrid? A. Del Piero B. Christiano Ronaldo (kedengerannya ‘isiawabno tornasldo’)
Penelfon: Ha?
Gue: Apa, mbak? “A”? Sayang sekali jawabannya adalah “B”! Coba lain kali ya, mbak.

Atau bisa juga penelfon malah menang terus, karena gue suka seenaknya…

Gue: Halo, dengan siapa? Di mana? Password-nya apa?
Penelfon: *jawab*
Gue: Oke, lansung aja pertanyaannya ya?
Penelfon: Iya.
Gue: Selamat! Jawabannya benar! Anda mendapatkan sekian!!!
Penelfon: Oh, itu pertanyaannya?! WAAAH, makasih lho, mas!


Penelfon Kuis Interaktif

Seperti yang gue bilang tadi, mari kesampingkan anggapan bahwa kuis interaktif itu palsu, dan gue adalah orang yang mencoba menelfon kuisnya dan kebetulan yang ditelfon balik. Mungkin selanjutnya akan tidak berjalan lancar juga karena gue suka seenaknya.

Pembawa Acara: Ya, jadi jawabannya apa, mas?
Gue: Oh, sorry, gue nggak bisa jawab sekarang. Gue butuh waktu untuk bilang keputusan gue.
Pembawa Acara: …

Atau

Pembawa Acara: Ya, jawabannya apa, mas?
Gue: Amel? Elu Amel kan yang tinggal di Depok? Ini gue, Omar!
Pembawa Acara: Omar? Oooh, Omar! Egile, apa kabar lu?
Gue: Baik, elu gimana? Buset, keliatan cantik ya elu di TV. Jadi keliatan keren…

Dan akhirnya malah ngobrol.

Tapi emangnya penelfon kuis itu termasuk sebagai profesi ya?

Yak, apapun lah! Segini dulu aja kayaknya. Gue udah mulai ngantuk. Sampai jumpa di post berikutnya yang gue jamin nggak bakal sampai berbulan-bulan lagi. :D



Catatan Singkat: BTW, di post ini kata “sebenernya” benar-benar berhenti ditulis setelah gue bilang mau tulis kata “sebenernya” untuk terakhir kali. Udah, nggak perlu dicek, bener kok. :D