Monday, December 12, 2022

Bar Ngebar

"Gue mau minta tolong sama kalian ya, nanti tanggal 23 gue mau bikin event Natal, temanya Christmas Love Song," ucap teman gue yang pemilik bar di suatu daerah di selatan Jakarta kepada gue dan satu teman gue. Obrolan ini terjadi baru tadi sekitar jam 3 pagi ketika kami bertiga sedang duduk-duduk di parkiran sembari cari angin. Kami pun bertanya bantuan seperti apa yang dia butuhkan. Apakah perihal promosi, teknis acara, sumbang ide untuk daftar lagu? Dia pun melanjutkan, "gue mau banget di malam itu banyak yang make out." dan gue tertawa bersama teman gue yang satunya lagi, karena kami sadar kalau baru saja diminta tolong untuk memulai berciuman bersama pasangan agar pengunjung lainnya pun berani untuk melakukan hal yang sama di bar tersebut. Dimintai tolong agar menjadi instrumen untuk melakukan perbuatan berdosa. Astaghfirullah... Or should I say astaghfirulove.

Bar yang gue sebut tadi adalah salah satu dari sekian banyak cabang bar yang berada di bawah nama yang sama. Namun, yang paling gue sering datangi adalah yang itu. Tapi jangan salah, gue sering datang ke sana bukan karena gue alkoholik atau bagaimana, tetapi karena orang-orangnya.

Gue bukanlah orang yang tidak bisa bersenang-senang tanpa minuman. Gue punya banyak cara lain untuk membuat diri gue bisa menikmati diri sendiri. Lagipula gue tidak begitu menikmati rasa alkohol seperti yang pernah gue bilang di tulisan lama gue. Rasa susu strawberry tentu masih dan akan tetap menjadi nomor #1 di peringkat minuman terenak menurut gue. Jadi bisa dengan percaya diri gue bilang bahwa gue bukanlah alkoholik.

It's the people.

Pada awalnya gue sering datang sendiri ke sana. Tidak punya kenalan atau teman di bar itu, murni hanya datang sendiri karena ingin menyendiri di suatu tempat yang tidak asing dan asik. Namun lama kelamaan karena frekuensi datangnya tinggi dan gue juga ngobrol sana-sini, gue jadi kenal banyak teman baru dari sana dan dikenal oleh orang yang bahkan gue tidak tahu itu siapa. Entah sudah berapa kali gue disapa "Eey, Mar!" oleh pengunjung tapi hanya gue balas "eits, apa kabar?" karena gue nggak tahu orangnya atau namanya.

Sampai sekarang pun gue masih sering datang sendiri ke sana, karena gue tahu pasti ada saja orang yang gue kenal sedang berada di sana. Bahkan kalau gue ke bar sama di cabang lainnya, gue yakin bahwa pasti ada wajah yang gue kenal. Kalau bukan pengunjung lain, ya paling tidak pemilik atau pekerja bar itu lah.

Dari dulu sampai sekarang gue masih beranggapan bahwa rumah adalah tempat di mana lo bisa merasa nyaman dan aman. Tempat di mana lo akhirnya bisa merasakan bahagia ketika lo sedang dalam kondisi sebaliknya. Tempat di mana lo bisa yakin tidak akan merasa kesepian ketika berada di sana. Seringkali yang gue dapati rumah itu bukanlah berbentuk bangunan, melainkan berbentuk orang. Dengan definisi seperti itu, gue rasa sah saja kalau gue merasa bar tersebut sepertinya adalah rumah untuk gue.

Tidak salah dong kalau sering datang ke rumah? H3h3...

Monday, November 21, 2022

Seminggu

"Do you miss mami, Pa?" Tanya si kecil nomor dua, Kinar, ketika kami sedang di ruang tengah sambil duduk santai di atas sofa, menonton serial kartun malam yang biasanya dia tonton bersama mendiang istri saya. Kakaknya, Kinal, terlihat sudah terlelap sejak setengah jam lalu, bahkan ketika acaranya belum mulai.

Hari ketujuh. Seminggu sudah dia pergi meninggalkan kami. Selama itu juga sesak di dada ini masih ada karena merindukannya. Tentunya saya masih tidak siap kehilangan sosok seorang istri, begitu pula dengan anak-anak kami yang tidak siap kehilangan sosok seorang ibu. Tujuh hari tanpa mengecup keningnya. Seminggu tanpa memeluknya di pagi hari atau malam hari, walau sedang ngambek atau kesal. Yah, sebuah kebiasaan yang hilang.

Namanya banyak. Kalina, Lina, Linlin, Meimei, Alin, Mommy Kinar atau Mommy Kinal, Maam Lina, dan favorit saya: sayangku. Dia tidak suka dipanggil demikian, saya pun tahu itu, makanya saya sering memakai panggilan itu untuk menggodanya. "Panggil nama aja sih!" Katanya, tapi saya suka melihat mukanya yang juga tersipu ketika saya panggil demikian, haha.

Dia adalah orang yang sangat enerjik, ceria, dan mempunyai tawa yang menggelegar, saking kerasnya kalian bahkan bisa mendengarkannya dari ujung ruangan suara tertawanya yang biasanya keluar ketika saya sedang menceritakan lelucon yang sebenarnya receh. Oh iya, dia mudah sekali tertawa, dan ketika dia tertawa biasanya akan memukul atau menyubit saya karena gemas. Dia juga orang yang hangat, pintar, lebih suka memeluk ketimbang jabat tangan ketika bertemu kenalan. Dia adalah tipe yang kalau pergi ke suatu acara, akan membuat sekitar menjadi meriah dengan pembawaannya yang positif, celotehannya yang tajam, lucu, atau bahkan pedas. Padahal dia sendiri tidak suka makanan pedas.

Jalan-jalan dan makan enak adalah kegemarannya. "Lessgooo!" Begitu kata dia setiap kali melihat destinasi makanan yang baginya terlihat menarik di Instagram atau Twitter. Walau dia memiliki beberapa masalah kesehatan karena makanan tertentu, tapi dia tidak peduli. Living in that moment and not worrying much for the future. "Kapan lagi kan..." begitu kira-kira kalimat andalannya.

Dia menyayangi orang tuanya, orang tua saya, saudaranya, juga saudara-saudara saya dengan sepenuh hati. Ketika saya bilang sepenuh hati, maka benar-benar sepenuh hati. She would remember the birthdays, mengirim bunga atau hadiah, dan menyiapkan acara khusus untuk mereka walaupun dia sedang tidak begitu sehat pada saat itu. Tapi ya memang begitulah dia, keras kepala, keukeuh, dan memiliki hati yang amat besar walau badannya kecil. Tidak heran kalau banyak yang menyayanginya.

I miss her so much...

So much...

"Do you?" Tanya saya balik ke Kinar. Dia tertawa kecil dan menjawab iya. Saya pun menjelaskan kalau saya pun merindukan ibunya.

"What are you doing when you miss mami, papi?"

"Hmmm... Coba untuk tutup mata, terus kita bisa self-hug yang laaaamaaa. Kemudian bayangin kalau mami juga peluk kita dari surga." jawab saya dengan suara agak bergetar.

"Okay!" Jawab Kinar sambil mengangguk dan tersenyum, kemudian memalingkan kepalanya ke arah televisi untuk lanjut menonton.

Saya mengelus kepalanya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan saya mengusap mata supaya airnya tidak jatuh ke pipi.

Tuesday, November 15, 2022

Hari Lahir

Pagi tadi... Ya atau kemarin pagi, berhubung sekarang sudah lebih dari tengah malam ketika gue menulis ini. Gue mengobrol dengan bokap gue di ruang makan ketika dia baru saja selesai memasak mie instan dan mau menyantapnya.

"Pa, mau nanya dong!" seru gue ketika dia sedang mengaduk mie instannya di dalam mangkuk biru hadiah dari deterjen.

"Nanya apa?" Tanyanya kebingungan. Gue dapat pahami, karena anaknya yang sudah jarang banget bertemu dengannya tiba-tiba di pagi hari langsung berkata seperti itu.

Sadar akan raut wajahnya yang kebingungan, tentunya gue tidak langsung bertanya. "Harus jahil dulu nih." pikir gue. Jadi kesempatan untuk membuat bokap gue semakin kebingungan pastinya langsung gue pakai.

"Jadi... Gini, Pa," gue berbicara dengan nada rendah, tempo bicara yang pelan, dan wajah yang agak serius. Tentunya bokap terlihat makin khawatir, itu membuat gue nggak tahan untuk merusak momennya dengan mengeluarkan senyuman. Tersenyumlah gue dan melanjutkan kalimat dengan nada normal, "ceritain dong pas Oji lahir itu gimana."

Selama 31 tahun hidup, gue nggak pernah mendengar cerita apa pun dari beliau mengenai hal ini. Informasi tentang kelahiran yang gue tahu hanya satu, yaitu gue lahir di hari Kamis. Itu juga gue cari tahu sendiri dengan menyetel tanggal gawai ke tanggal gue lahir. Jam berapa gue lahir, di mana lokasinya, proses persalinan gue dulu, dan hal lainnya sama sekali tidak ada yang gue tahu.

Singkat cerita kami ngobrol tentang hari itu. Ternyata gue lahir di pagi yang cerah di satu rumah sakit di Jatinegara. Gue dilahirkan dengan proses normal dan waktunya tidak lama. Ibu gue pun ketika mengandung dan melahirkan gue sedang tidak sakit, kangker yang beliau derita sedang mati suri alias sudah tidak terdeteksi lagi, intinya beliau sehat. Dan lucunya gue mendapatkan predikat bayi favorit saat itu dari para dokter dan para perawat, yang setelahnya bokap dan nyokap gue mendapatkan bingkisan dari rumah sakit. Baru lahir sudah dapat prestasi, tapi ketika besar justru tidak, huh! Hahaha.

Kami ngobrol selama 2 jam lebih. Obrolan tentunya tentang banyak kenangan yang ia punya ketika gue baru lahir sampai ketika ibu gue meninggal. Mendengarkan cerita sang bokap, kepala gue otomatis menerjemahkan ucapan-ucapannya menjadi sebuah film pendek yang ditayangkan di depan jidat gue. Seru sekali! Film seorang Omar Firdauzy, yang disutradarai oleh Omar Firdauzy, yang gambarnya diambil dan disunting oleh Omar Firdauzy, namun naskahnya ditulis oleh Pak Herman Zuhdi.

Ada satu perasaan nyaman ketika beliau bercerita tentang itu semua. Rasa hangat melihat sang ayah bercerita dengan wajah berseri yang dihiasi ceria dan haru, karena dia tampaknya juga menikmati nostalgianya. Sisi sang bokap yang belum pernah gue lihat sebelumnya.

Interaksi kami di pagi hari tadi membuat gue punya satu kesimpulan, kalau kami ternyata akan selalu merindukan sosok yang sama entah bagaimana situasinya. Memang dirimu itu adalah orang yang mustahil untuk tidak dirindu, Ma. :)

Thursday, November 10, 2022

Mendung



Gue paling suka ketika langit sedang gelap karena mendung.

Tahu kan maksudnya? Cuaca yang tidak panas tapi juga tidak hujan. Langit yang tampak gelap karena matahari ditutupi awan. Dan hembusan angin lembut yang sukarela menghantam badan.

Tentunya mendung juga kadang menyebalkan kalau misalnya terjadi ketika sedang banyak cucian. Bau-bau apek dan menganggu dari baju, bukanlah aroma favorit nomor satu.

Tapi ya di luar itu, mendung adalah cuaca yang paling gue suka karena syahdu. Apalagi kalau diiringi hembusan angin yang sepoi... Beuh! Sempurna! Nggak tahu ya, menurut gue romantis saja.

Beda cerita kalau yang mendung adalah suasana hati. Antonim dari kata "suka" sih yang biasanya terjadi. Rasanya ingin sekali awan-awan gelap itu cepat pergi, supaya jiwa raga ini bisa kembali berfungsi. Ketika itu semua dirasakan, biasanya gue cuman bisa pasrah menikmati keadaan. Sambil berharap supaya mendungnya tidak lama bertahan...

... Dan juga tidak disertai hujan.

Tuesday, October 4, 2022

Hrtbrk

Gue mengetik ini dengan kondisi penglihatan agak berbayang dan kepala berat karena baru saja bercengkrama dengan teman-teman sambil ditemani air Tuhan di suatu tempat di Jakarta.

Jadi, baru saja gue sampai di kediaman di daerah Pancoran setelah mendengarkan seorang teman berkeluh-kesah. Dia bercerita kalau dia habis seharian menguras air mata karena adanya suatu gesekan di hubungan dia dengan pasangannya. Gue paham betul kalau dia butuh mengobrol tentang hal itu, oleh karena itu gue menyediakan telinga untuk mendengarkan.

Satu hal yang gue pelajari dari pengalaman pribadi dan juga dari pengalaman orang lain, patah hati adalah satu hal yang sangat menyakitkan. Lukanya tidak terlihat, tetapi nyerinya bisa merembet ke fisik dan psikis. Seseorang bisa saja melakukan tindakan impulsif yang cenderung bodoh karena hal ini.

Bagi yang mendengarkan cerita si korban patah hati mungkin akan dengan mudahnya bilang bahwa masih ada banyak ikan di lautan, tetapi mereka yang nirempati itu lupa bahwa si korban lautnya baru saja kering. Pada saat itu dia hanya ingin satu ikan yang spesifik, bukan ikan lain. Paling tidak sampai luka di hatinya kering dan sembuh.

Patah hati itu sangat personal dan tidak mengenal usia atau kedewasaan emosional. Nggak ada solusi mutlak untuk mengobatinya. Namun, hal terpenting yang mesti si korban tahu adalah untuk tidak menjadi bom waktu untuk diri sendiri dengan melakukan tindakan yang destruktif untuk dirinya.

Patah hati karena kehilangan bisa mengantarkan satu individu untuk menemukan dirinya sendiri, tapi bisa juga malah membuat dirinya malah makin hilang. Semua tergantung seberapa jauh dia mengenal dirinya.

Mengenal diri sendiri adalah keharusan.

Dimulai dari gelas pertama dan diakhiri di entah gelas keberapa. Terakhir sih gue masih lihat matanya berkaca-kaca, tapi semoga saja setelah bercerita bebannya agak berkurang walaupun gue yakin nggak seberapa. Karena  lagi-lagi patah hati itu sangat personal, cuman si empunya hati yang bisa paham rasanya.

Wednesday, September 14, 2022

Lubang Hidup

"Kalau punya mesin waktu atau bisa punya kesempatan untuk balik ke masa lalu dengan pengetahuan yang udah loe punya sekarang, loe mau ubah apa dalam hidup loe?" Tanya seorang teman ketika kami sedang nongkrong hahahihi di salah satu sudut kota Jakarta.

Pernah terpikir hal sama? Bohong banget kalau nggak sih. Manusia pasti pernah berkhayal seputar bahasan ini paling nggak dua kali dalam hidupnya. Memang seru membayangkan suatu hal yang mustahil terjadi.

Jujur saja gue sendiri punya banyak banget lubang yang mau gue tambal. Lubang yang terbentuk karena adanya kesalahan yang terlanjur gue lakukan selama tiga puluh tahun hidup ini. Ingin tahu saja apa yang akan terjadi misalnya satu keputusan penting yang sudah gue ambil dahulu, tidak gue lakukan. Mungkin akan membuat hidup gue lebih baik, menjadi seorang Omar yang berbeda dan lebih bahagia. Namun, tentu saja kemungkinan untuk terjadi sebaliknya juga ada.

Lucunya lubang yang gue sebut tadi, juga merupakan alasan kenapa gue menjadi seperti saat ini, dan gue cukup suka dengan Omar yang sekarang. Kesalahan yang gue lakukan di masa lalu terjadi karena keputusan yang gue ambil, itu semua memberi pelajaran untuk diri gue sehingga gue punya isi kepala komplit dengan POV seperti sekarang. Punya lingkaran pertemanan seperti sekarang yang cukup baik, dan hal lainnya yang sepatutnya gue syukuri.

Jadi, idealnya memang tidak harus mengubah apa-apa. Pertanyaan hipotesa yang diawali dengan kata "kalau" biarlah menjadi "kalau", jangan dijadikan alasan untuk menyesali yang sudah-sudah.

Lalu apa jawaban gue untuk pertanyaan teman gue tadi? Ya pertanyaan tongkrongan tentunya dijawab dengan jawaban tongkrongan dong, tidak lupa dengan bumbu ejekan dan umpatan biar lebih sedap. 

Wednesday, July 27, 2022

Tiga Minggu...

Tepat tiga minggu lalu gue dan pasangan gue pada saat itu mengakhiri hubungan. Hubungan tersingkat yang pernah gue jalani, hanya 11 bulan.

Dimulai dari komunikasi kami yang disfungsi di hari-hari sebelumnya, sampai pada akhirnya tercapai keputusan untuk menyudahi jalinan asmara di antara kami. Gue pribadi masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan apa penyebab berakhirnya hubungan kami jika ditanya oleh teman-teman. Jawaban paling simpel yang bisa gue berikan kepada mereka adalah pihak lainnya sudah merasa bosan saja. Selain karena itu adalah jawaban yang tidak melahirkan pertanyaan susulan, gue menjawab demikian juga karena gue bingung.

Patah hati memang tidak pernah enak. Patah hati karena berakhirnya hubungan resmi sih baru dua kali gue rasakan, tapi di luar itu banyak hal lainnya yang juga kadang membuat seorang Omar patah hati. Resepnya sama seperti resep kecewa: ekspektasi yang dibuat oleh diri sendiri, tetapi tidak tercapai.

Namun semua jenis rasa patah hati sama saja...

Nggak enak.


Wednesday, May 4, 2022

Silsilah

Mempunyai keluarga yang besar itu kadang-kadang membingungkan. Selain karena sulit menghafal semuanya, juga karena silsilahnya yang cukup loetjoe.

Beberapa tahun lalu gue baru saja menggendong anak kecil berumur sekitar 2 atau 3 tahun. Bocah itu adalah anak dari keponakan kakak gue, yang tentu saja membuat gue menjadi seorang kakek di dalam silsilah keluarga.

Oh, by the way, itu adalah keponakan kakak gue dari keluarga bapaknya. Kami beda bapak dan gue dengan kakak gue beda 13 tahun.

Lanjut lagi, masih di keluarga yang sama. Ada juga sepupunya kakak gue--yang otomatis menjadi sepupu gue juga--yang tahun kelahirannya sama dengan bapak gue. Gue memanggilnya dengan sapaan "Mbak/Mas".

Hari ini gue silaturahmi ke rumah kakak gue yang baru saja selesai direnovasi di daerah Bintaro. Kami mengobrol ngalor-ngidul hahahihi bersama sepupunya yang lain sambil minum-minum. Kemudian menjelang malam, datang lagi laki-laki seumuran gue yang merupakan saudara dari kakak gue juga. Kami semua ngobrol melanjutkan hahahihi dengan obrolan berbeda. Di penghujung pertemuan, ketika gue mau pulang, anak kakak gue menyapa orang tersebut dengan awalan "kak".

Dan gue baru sadar kalau ditarik silsilahnya, dia adalah keponakan gue.

Lieur euy, hahaha.

Tuesday, May 3, 2022

Leba-run Away

Yak, belum apa-apa sudah kelewat satu hari... Tapi tak apa, saya sudah berdamai dengan kemalasan diri sendiri. H3he....

Tapi kali ini kalau mau dikasih pembelaan juga bisa, karena kemarin adalah hari lebaran Idulfitri. Jadi...

Selamat Idulfitri, wan-kawan!

Bagaimana lebarannya? Kenyang tidak? Apa kenyang juga dengan pertanyaan basa-basi yang kalimat tanyanya diawali dengan kata "kapan"? Gue pribadi entah kenapa nggak begitu terganggu dengan hal itu. Mungkin karena: 1. Gue nggak peduli, 2. Gue nggak peduli, dan 3. Gue nggak peduli.

Paling populer yang bikin orang malas adalah pertanyaan "kapan nikah?". Sebagai orang yang menganggap pernikahan itu tidak begitu penting dan oleh karena itu juga gue jadi tidak menjadikan itu tujuan, gue tidak pernah merasa terganggu dengan pertanyaan senada. Pun gue tidak mendapatkan pertanyaan itu sesering itu. Tampaknya mereka sudah lelah karena tidak puas dengan jawaban gue ketika ditanya demikian, soalnya beberapa kali gue pertanyaan itu gue jawab dengan "belum siap." ketika gue dalam mode sopan, atau "males ah." kalau gue sudah menganggap pertanyaan itu berbunyi sumbang di telinga. Ada juga waktu di mana gue menjawab secara gamblang kalau gue tidak begitu ingin menikah, itu terjadi beberapa tahun lalu ketika ada saudara tiri bertanya dan sepertinya orang tua gue mendengarnya. Semenjak saat itu mereka setengah malas gitu untuk bertanya hal demikian ke gue, karena mereka sudah tau sudut pandang gue tentang pernikahan, hahaha.

Ngomong-ngomong...

Kemarin adalah lebaran ketiga gue di Bekasi. Biasanya para saudara dari pihak bokap datang untuk silaturahmi karena beliau adalah anak pertama dari nenek gue. Dari yang sudah-sudah, gue secara tidak resmi menjadi "penghibur tamu" di mana gue harus mengajak mereka ngobrol agar tidak bosan di rumah. Menjaga mereka supaya tidak selalu memegang telepon genggam agar esensi silaturahmi tidak hilang. Memastikan suasana tidak menjadi garing.

Namun entah kenapa beberapa waktu belakangan ini energi gue untuk bersosialisasi tidak sebanyak itu. Capek sekali walaupun hanya mengajak dua orang ngobrol. Belum lagi telinga ini dipaksa mendengarkan teriak bocah-bocah yang berlarian ke sana ke sini. Seharian rasanya ingin rebahan dan tidur. Ingin melarikan diri ke kos terus rasanya.

Pada akhirnya, sebelum sore tiba mereka sudah pulang semua. Tanpa ba-bi-bu gue pun cabut ke Jakarta untuk balik ke kos. Begitu sampai, nggak membutuhkan waktu lama untuk gue tertidur. Bangun jam 8 malam, makan sambil nonton, kemudian tertidur lagi.

Capek euy...

Well, gue rasa akan banyak orang di luar sana yang setuju kalau gue bilang bahwa lebaran itu memang salah satu momen yang melelahkan.

Sunday, May 1, 2022

Lis Nulis

Bangke... Ini blog kesannya diisi hanya di bulan Mei di setiap tahunnya. Terakhir posting itu akhir bulan di tahun lalu.

Ya tapi bagaimana lagi ya? Sibuk. ¯\_(ツ)_/¯

Gue tahu kalau itu hanya alasan, tapi menyalahkan sesuatu atas sesuatu itu emang terasa melegakan, hahaha.

Anyway...

Dengan gue nggak menulis untuk blog ini, bukan berarti gue berhenti menulis. Gue masih menulis di ranah profesional sebagai copywriter dan scriptwriter. Yang di mana keasikan menulisnya hampir nggak ada. :')

Resmi 4 bulan lalu gue memutuskan untuk keluar dari perusahaan event organizer karena beberapa hal, lalu sekarang gue balik ke dunia gebuk keyboard. Bukan keluar karena hal yang tidak baik tentunya. Gue masih berhubungan sangat baik dengan EO gue tersebut, masih sering nongkrong di kantornya, masih sering jadi pekerja lepas untuk mereka, dan masih terus "diminta" secara halus via bercandaan untuk balik namun gue menolak.

Sekarang gue menjadi pekerja lepas sebagai tukang nulis. Sayangnya saja gue sekarang sudah kehilangan beberapa klien lama gue dan harus memulai lagi dari nol. Kok bisa kehilangan? Simpelnya karena bekerja di EO, maka komitmen yang harus gue prioritaskan terletak di EO tersebut (walaupun kalau bicara rupiah, pundi gue dari kerja lepas itu lebih besar daripada gue di EO), sehingga klien yang ada tidak bisa terpegang karena... Man, bekerja di EO itu sangat menyita waktu.

Dan ya, sekarang gue balik menjadi pekerja lepas sebagai tukang tulis yang di mana itu adalah (gue rasa masih) hobi gue.

Kata orang, kalau seseorang melakukan pekerjaan yang kebetulan juga merupakan hobinya, maka dia pasti tidak akan merasa seperti bekerja. Nope. Sepertinya itu tidak berlaku untuk kerjaan tulis menulis berbasis permintaan. Entah ya, yang gue rasakan dari dulu rasanya beda saja gitu.

Oke...

Balik ke poin awal, tentang blog ini dan bulan Mei. Gue sepertinya akan melakukan kembali gerakan menulis setiap hari di bulan Mei ini. Menulis tentang apa saja yang gue mau walaupun sibuk. Dimulai dari hari ini, hehe.

Oh iya, selamat Idulfitri, wan-kawan!