Tuesday, July 22, 2014

Yak!



Pemuda itu sedang duduk di sebuah ruangan yang hanya berisikan satu meja kayu dan satu kursi kayu. Lantainya pun terbuat dari kayu. Sudah berdencit di sana-sini, menunjukkan bahwa lantai kayu itu sudah tua. Tembok bata yang hanya berhias dua jendela yang menghadap ke arah pegunungan dan satu pintu yang juga terbuat dari kayu, mengelilingi pemuda itu. Di atas meja terdapat sebuah kotak penyimpanan.

“Lo menang deh kayaknya,” ucapnya kepada kotak metal dingin di depannya. “Jadi, mari kita lakukan, kawan.” Dia membuka kotak itu dan mengeluarkan isinya: sebuah gelas, sebotol wine, sebungkus rokok, dan sebuah pistol. Itu semua untuk ritual bunuh dirinya.

Wajahnya tidak tampak depresi seperti orang yang akan bunuh diri. Biasa saja. Bahkan dia sempat senyum sambil mengeluarkan botol wine. “Ini kan perayaan transformasi gue jadi atom dan menyatu sama alam semesta, harusnya gue beli sampanye saja waktu itu.” Pikirnya sambil mengeluarkan botol tadi, dan dia bahkan sempat tertawa ketika dia melihat pelurunya terisi penuh padahal dia hanya butuh satu. Satu tembakan di kepala, dan semua selesai. Kembali lagi, dia tidak terlihat murung. Mungkin dia sudah terlatih menekan emosi negatifnya, jadi dia tetap tidak bisa berekspresi muram, walaupun dia hanya sendiri. Dia terlihat ceria. Namun ada yang bilang orang paling ceria yang kamu temukan biasanya adalah orang yang paling depresi. Mungkin itu benar.


Wine dituangkan ke gelas, dan dia pun menyalakan rokoknya. Tarikan dalam, lalu hembusan ringan, diikuti bibirnya yang menyisip gelas berisi wine. Diulang. Damai.

Ritual itu memang sudah dia siapkan sejak lama ketika dia sudah merasa kalau suatu hari dia tidak kuat. Hidup kadang bisa berat dari berbagai hal, bukan hanya segi finansial saja, namun dengan tahu kita harus hidup saja bisa menjadi beban. Oleh karena itu pemuda itu menyiapkan itu semua dari beberapa tahun lalu, untuk saat di mana dia sudah tidak mampu melawan hidup.

Sebuah pistol untuk membantunya, karena dia pikir itu adalah cara paling mudah walaupun kotor. Sebungkus rokok guna membantunya berpikir secara dalam untuk terakhir kalinya. Dan sebotol wine sebagai minuman terakhir, walaupun dia belum pernah meminumnya, tapi dia sering melihat bagaimana minuman itu didewakan oleh orang-orang. Dia ingin meminum dewa sebelum bertemu dengan dewa. Semua ritual kematiannya dibuat seromantis mungkin, karena dia suka mengistimewakan hal-hal yang sepele, bahkan untuk kematiannya yang sebenarnya tidak akan dia rasakan keistimewaannya. Karena dia akan mati.

Wine sudah habis. Rokoknya hanya dia hisap 2 batang. Jemarinya menghampiri tempat di mana sebuah revolver besi yang dingin berada. Tangannya mengangkat pistolnya. Ringan, pikirnya. Namun saat menarik pelatuk, pisol itu menjadi berat. Tangannya gemetar namun tetap mantap untuk bisa mengarahkan ujungnya ke atas telinga. Wajahnya tersenyum melihat refleksi bayangannya yang terlihat sedang berpose konyol di kaca jendela. Sambil tersenyum, dia mengangkat tangan kirinya ke depan, lalu mengacungkan jari tengah ke arah bayangannya. Sambil berkata “Yak!” dia memicu pelatuknya agar pistolnya meletus. Dan...

Gue terbangun dari mimpi gue hari ini. Dari semua mimpi gue, mungkin mimpi ini yang paling oke. Sayangnya gue kurang bisa mengemasnya dalam cerita yang bagus. Tapi tetap saja ini mimpi yang keren, dan siapa tahu ini juga termasuk ramalan...:p