Tuesday, April 29, 2014

...

Seorang lelaki terdiam di kamarnya. Ini jam setengah 3 pagi di hari Selasa, jadi dia tahu kalau dia akan kacau kalau tidak segera tidur. Tapi ya mau gimana lagi? Dia belum mengantuk, karena sebelumnya sibuk mengobrol omong kosong berjam-jam dengan teman asingnya di Sri Lanka sana.

Dia sekarang sudah tidak bersama laptopnya. Dia berbaring di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit. Masih tidak bisa tidur. Di sebelahnya ada meja yang menyajikan beberapa buku. Dia berpikiran untuk membaca agar bisa cepat tertidur, namun buku Life of Pi, Oksimoron, dan BaM sudah berkali-kali ia tamatkan.

"Ah, sial!" gerutunya lalu dia menyalakan laptopnya kembali. Dia membuka Facebook dan menemukan tidak ada yang online. Dia membuka Twitter dan melihat beberapa ocehan yang lucu membuat dia gatal untuk membalasnya, namun tidak bisa karena ada beberapa hal yang membuat dia tidak bisa bicara di Twitter untuk beberapa waktu. Lalu akhirnya dia membuka halaman milik beberapa orang kenalannya, khususnya orang-orang yang dia suka.

Dia membaca apa saja yang mereka pos bahkan sampai yang sudah dipos tahun lalu. Dia tersenyum melihat bagaimana  dia sangat hebat dalam membaca orang dan juga karena dia melihat bagaimana seseorang bisa diketahui kepribadiannya hanya dari apa yang mereka tulis. Dia baru sadar kalau dia sangat peka. Ada yang lucu, ada yang beraura negatif, ada yang masih bersikap kekanak-kanakan, dan lainnya. Namun senyumnya tambah lebar lagi, ketika sadar kalau orang yang dia suka ternyata pintar semua.

Dia jadi makin yakin kalau apa yang membuat dia tertarik kepada seseorang bukanlah keindahan fisik, melainkan kepribadian dan kepintaran orang tersebut. Kalau dipikir-pikir, sebelum-sebelumnya juga dia tidak mempunyai catatan suka kepada orang yang hanya cantik fisik saja sih. Dia jadi teringat temannya yang pernah dia suka dulu. Orang yang tidak cantik dan tidak feminim, namun pintar. Tapi tetap saja dia gagal mendekatinya. Dia tertawa atas sifat pecundangnya.

Jam 3 lewat. Dia masih terjaga. Laptopnya masih menyala, namun tak ia gunakan. Dia melamun memikirkan bagaimana uniknya orang-orang. Dia teringat suatu kalimat yang berkata kalau setiap jiwa itu mempunyai warna. "Ada orang yang mempunyai warna terang, ada yang gelap, ada yang berwarna-warni, dan ketika kau menemukan orang yang berwarna-warni, hidupmu tak lagi sama."

Dia masih melamun memberi warna kepada beberapa orang yang dia kenal. Kemudian berhenti ketika dia hendak memberi warna kepada dirinya sendiri. Dia tidak yakin mau memberikan dirinya warna-warni. Atau lebih tepatnya tidak berani. Itu pendapat subyektif yang hanya bisa diberikan orang, siapa dia berani mengadili dirinya sendiri? Kemudian dia tertawa lagi karena ketololannya. Kok ya ada orang yang bimbang karena omong kosong yang diada-ada sendiri? Begitu pikirnya.

"Tak apa deh bimbang oleh pemikiran yang dikarang sendiri sekali-kali, asal jangan terlalu sering, bisa bego nanti." pikirnya lagi kemudian dia hendak mematikan laptopnya. Tetapi tidak jadi, karena tiba-tiba dia teringat akan halamannya sendiri yang belum diisi beberapa waktu ini. Halaman yang dia punya sebenarnya adalah halaman humor, tetapi sudah lama sekali tidak ada humor-humornya.

Dan untuk sekali lagi dia tidak memasukkan humor ke dalam halamannya, karena ia lebih memilih untuk menulis apa yang barusan ia alami, yaitu tentang bagaimana dia mengobservasi orang dan dirinya sendiri. "Biar orang lah yang memberi pendapat warna apa gue ini..." pikirnya, seraya menulis di halamannya sendiri. Dan yang dia tulis adalah:

"Seorang lelaki terdiam di kamarnya. Ini jam setengah 3 pagi di hari Selasa, jadi dia tahu kalau dia akan kacau kalau tidak segera tidur. Tapi ya mau gimana lagi? Dia belum mengantuk, karena sebelumnya sibuk mengobrol omong kosong berjam-jam dengan..."

2 comments:

  1. gue suka gaya penulisan elu bang omar, terutama yang ini,, keren abis

    ReplyDelete
  2. Heee, siapa nih? Seriusan yang ini? Padahal acak-acakan gitu. Hahaha.
    Gue tersanjung lho. Thank you, ya. :D

    ReplyDelete