Tuesday, June 17, 2014

Makam

Bagi beberapa orang, hanya dengan mendengarkan kata "pemakaman" saja sudah bisa membuat bergidik. Karena kata-kata lain yang otomatis terlintas di otak setelah mendengar kata pemakaman biasanya adalah: duka, sedih, berkabung, atau horor.

Pemakaman adalah tempat di mana orang-orang mengubur orang yang sudah meninggal. Rumah baru bagi orang yang sudah tak bernyawa meninggalkan kenangan bagi orang yang telah ditinggalkan. Di sana, jasad mati tersebut ditimbun oleh tanah di dalam lubang yang dalam. Dari tanah kembali ke tanah.

Banyak sekali prosesi pemakaman yang ada di dunia ini. Ada yang dikubur seperti yang biasa kita lihat, ada yang didiamkan seperti contohnya di Toraja sana, dan ada yang dibakar.

Dikubur itu adalah warisan dari nenek moyang. Jauh sebelum masehi, saat nenek moyang kita masih memakai pisau batu, belum begitu mengenal pakaian, dan belum tahu bagaimana berpose duck face. Aaah, masa-masa yang indah. Silakan di-Google untuk kelengkapan informasinya.

Dan dikubur itu caranya bercabang lagi, ada yang pakai kafan dan ada yang pakai peti. Tapi sudah lah informasi tentang kubur-menguburnya. Mari bicara bagaimana saat gue mati nanti.

Berhubung gue tinggal di negara yang mayoritas beragama Islam, dan keluarga gue pun Islam, dikafankan adalah cara yang seharusnya gue terima saat gue mati. Di dalam Islam, pengkafanan adalah salah satu proses dalam menguburkan mayat, setelah sebelumnya dimandikan dan disholatkan terlebih dahulu. Kemudian setelah itu semua, jasad yang sudah dikafankan akan dimasukkan ke liang lahat, dibuka ikatannya, dikumandangkan adzan, lalu ditutup dengan tanah.

Kalau mau dilihat lebih jauh, sebenarnya dikubur menggunakan kafan itu bukanlah ritual Islam. Jauh sebelumnya, sudah ada Yahudi yang memakai ritual tersebut. Dan kalau mau dilihat leeeebiiiiih jauh lagi, pengkafanan itu sudah ada semenjak jaman keemasan Babilonia, ribuan tahun sebelum masehi. Lalu kapan pengkafanan pertama itu ada? Gue juga nggak tahu. Informasi tentang pengkafanan sendiri kurang lengkap di Internet. Pertama kali gue mencari informasi tentang ini adalah saat gue SMA, terakhir kali adalah beberapa saat lalu sebelum menulis ini, dan apa yang mau gue cari tidak bertambah begitu banyak.

Kembali ke pemakaman. Menurut gue prosesi pemakaman itu tidak efisien dan terkesan boros. Okelah kalau itu adalah suatu adat/budaya/tradisi yang mesti diikuti, namun kalau sampai membebani sih mending tidak usah.

Kira-kira saat gue masih SMP, saat sesudah sholat tarawih di bulan puasa, komplek gue pernah mengusulkan untuk membeli tanah untuk dijadikan makam Blok A (komplek gue). Jadi ketika ada warga Blok A yang meninggal, tidak usah bingung mau dimakamkan di mana. Kenapa sampai ada usulan tersebut? Karena lahan pemakaman (katanya) semakin sedikit dan mahal.

Mengerti maksud gue?

Ya, sedikit dan mahal. Setahu gue, suatu makam akan ditimbun dengan makam baru kalau sudah lompat beberapa generasi atau sudah tidak ada yang mengurus. Tapi pertumbuhan manusia yang cepat membuat kita agak susah untuk mendapatkan lahan dengan menunggu beberapa generasi. Jadi kemungkinan akan ditimbun walaupun belum lompat beberapa generasi.

Dan biaya pengurusannya juga tidak murah. Gue nggak tahu pasti, tapi yang jelas biaya pemakaman itu tidak sedikit. Biaya tanah, biaya penguburan, biaya nisan, biaya pengurusan berkala (tahunan atau bulanan gue nggak tau), dan biaya lain yang gue belum tahu. Banyak. Dan pernahkah elo ke pemakaman umum dan melihat makam yang sudah sangat jelek dan kesepian? Diinjak-injak orang, dijadikan alas, tidak dihormati. Itu membuat gue tambah males.

Gue sendiri kalau mati lebih memilih dikremasi. Ini sudah gue pikirkan jauh sebelum gue jadi seperti sekarang. Pemikiran ini sudah cukup mantap ketika gue masih SMP. Gue tidak mau menyusahkan keluarga gue dengan segala biaya yang akan mereka tanggung setelah kematian gue. Gue tidak mau menyusahkan. Sudah mati kok gue masih nyusahin? Haha.

Yang ada di pikiran gue adalah: sebelum gue mati, gue akan meminta supaya semua organ gue yang layak donor untuk didonorkan, dan setahu gue kalau donor organ itu akan mendapat uang, uang itu bisa keluarga pakai untuk belanja, lalu setelahnya gue dikremasi. Kalau keluarga gue butuh sesuatu untuk dikenang, mereka punya kenangan di otak mereka masing-masing, itu jauh lebih berharga dari apa pun. Namun kalau mereka butuh simbol untuk mengenang gue (seperti makam), mereka bisa menyimpan abu gue.

Atau kasus ekstrim, setelah gue mendonorkan organ gue, jasad gue dipotong-potong, ditaroh ke ember, lalu dilempar ke hutan dijadikan makanan macan. Hahaha. Apa pun itu, ketika gue mati, gue tetap akan menjadi atom kecil, lalu menyatu dengan alam semesta yang luas ini. Bukankah itu terdengar keren?! Gue nggak sabar menunggu saat itu...

Seperti yang gue katakan tadi, menurut gue makam itu hanyalah simbol untuk orang yang ditinggalkan mengenang orang yang meninggalkan. Tapi ya mungkin ini hanya menurut gue saja, dan gue tahu kalau di tulisan ini banyak yang salah. Jadi, kenapa kalian nggak kasih komentar saja dan membenarkan apa yang salah di sini. =]

2 comments: