Wednesday, January 20, 2021

Pulang?

Tepat dua minggu lalu gue kembali ke Bekasi dari kunjungan gue ke Jogja selama setengah bulan lebih sedikit lamanya. Rencana awal sepertinya hanya sampai tanggal 2 atau 3 Januari, tetapi setelah dipikir-pikir gue mau berlama-lama juga dengan sang partner, lalu setelah gue tanya ke dia akhirnya malah sampai tanggal 6 dari tanggal 21 Desember. Haha.

Gue ke Jogja selain karena ingin menemani dia untuk menghabiskan malam Natal dan tahun baru, juga untuk menghadiri pernikahan kakaknya yang jatuh pada tanggal 29.

Karena sedang berada di situasi pandemi ini, gue tidak mau membawa virus ke rumahnya di daerah selatan Jogja sana. Jadi gue melakukan test swab dulu secepatnya sebelum bertemu dengan keluarganya. Biar aman. Oleh karena itu di tiga hari pertama gue menetap di utara Jogja, sekalian bertemu dengan teman-teman gue (gue berani karena gue yakin kami semua negatif) dan napak tilas mengelilingi di daerah utara sekaligus reuni dengan kuliner yang biasa gue santap ketika gue masih tinggal di Jogja.

Banyak sekali perubahan yang terasa ketika gue mengamati Jogja lebih jauh kali ini. Agustus lalu gue juga ke Jogja, tapi tidak selama dan sejauh ini muter-muternya, sehingga pada saat itu gue tidak bisa mengamati banyak hal di banyak sudut kota Jogja dan sekitarnya. Kali ini mata gue bisa melihat pandemi brengsek ini berhasil mengubah banyak hal di Jogja. Banyak sekali tempat jualan yang tutup adalah salah satunya.

Tapi di sisi lain, secara keseluruhan Jogjanya pun sudah terasa berbeda dengan Jogja yang dulu gue rasakan. Sisi magisnya sudah nggak terasa lagi. Entah karena pandemi sehingga yang gue dengar dari para orang Jogja hanya yang jelek-jelek saja dan secara tidak sadar membuat otak gue menolak keistimewaan Jogja, atau karena gue sudah terbiasa tidak di Jogja.

Pada saat itu gue masih denial. Sampai ketika gue sudah seminggu lebih di Jogja (sudah swab dll), gue tetap mendapatkan perasaan yang sama ketika gue muter-muter sendirian mengelilingi bagian utara dan selatan Jogja. Romantisnya Jogja yang sering orang lebih-lebihkan itu sudah tidak lagi terasa, bahkan setelah gue mendengarkan lagu Pulang dari Float yang diulang-ulang saat menelusuri Jalan Malioboro yang sudah agak lega. Rasa "pulang" itu tidak ada. Padahal dulu lagu itu waktu gue dengarkan ketika gue baru sampai Jogja atau pergi dari Jogja memiliki sihir kuat yang selalu berhasil membuat hati terenyuh. Jogja sudah berubah.

Tiba akhirnya di tanggal 6 Januari, di mana saatnya gue harus pergi meninggalkan Jogja beserta orang di dalamnya. Gue selalu bilang "balik" ketika mau pergi ke Bekasi, kota padat yang hectic ini. Dan bilang "pulang" ketika gue mau ke Jogja. Itu semua diucapkan secara tidak sadar selama bertahun-tahun. Namun... Kunjungan gue ke Jogja kemarin tidak terasa seperti "pulang". Ada rasa seperti tidak diinginkan lagi oleh Jogja.

Ketika gue pergi meninggalkan Jogja kemarin, baru pertama kali itu gue merasa lega. Bahkan beberapa hari sebelumnya gue menunggu hari itu tiba. Apakah Jogja bukan lagi rumah untuk batin gue ini? Semoga saja tidak, karena tentu gue masih merasa Bekasi tidak bisa mengisi peran itu. Gila kali haha. 

Semoga saja perubahan ini hanya karena efek pandemi yang (semoga) sesaat.

No comments:

Post a Comment