Monday, November 24, 2025

Sia-Sia, Sia

Menyukai atau menginginkan suatu hal yang kita tahu tidak bisa kita dapatkan adalah sebuah sakit hati yang perlahan tapi pasti akan menjadi halusinasi. Tidak sehat untuk batin sih merupakan hal yang terjamin, tapi beberapa orang tampaknya tidak pernah keberatan akan hal itu.

Hal yang gue sadari belakangan adalah... ternyata gue salah satunya.

Gue tidak akan menjelaskan secara panjang lebar tentang apa yang gue sukai atau inginkan, tapi gue mau fokus ke rasa yang secara konsisten dirasakan ketika ada di titik tersebut. Rasa penuh harap ketika melihat secercah cahaya di ujung terowongan gelap yang kita tahu tidak akan pernah selesai kita lewati. Terus berlari ke ujung dengan senyum di muka sampai akhirnya kehabisan tenaga, kemudian langkah melambat karena sadar bahwa usaha yang dilakukan adalah sia-sia. Tidak berhenti, hanya makin lambat. Karena cahayanya masih ada di ujung sana. Ketika energi sudah kembali, lanjut berlari.

Kata kuncinya adalah harapan. Harapan yang diiringi bayangan di kepala sendiri bahwa suatu saat semuanya akan terijabah. "Bisa koook!" adalah dua kata pelipur lara yang jadi pembelaan ketika sudah mulai capek sendiri. Dua kata yang lebih bersinar ketimbang "Jangan lanjutin!" yang di mana sebenarnya itu lebih masuk akal dan lebih sehat. Buah harapan menjadi sebuah ilusi, yang kemudian menjadi halusinasi ketika bayangannya makin terinvestasi terasa asli.

Gue suka menganggap konyol orang-orang yang sedang berada di titik itu. Saat mendengarkan asanya pun kadang sebal juga ketika mereka bebal. Waktu pada akhirnya mereka sakit hati sendiri karena capek, gue hanya bisa merespon dengan "Salah sendiri, lagian goblok sih.".  Perasaan salah yang mereka rasakan menurut mereka memang tidak salah, itu hak mereka untuk merasakan itu. Tapi merespon dengan mengejek mereka melalui kata itu pun juga hak orang yang mendengarkan mereka bukan? Haha.

Goblok banget sih lo, Mar.

Wednesday, February 12, 2025

Dengar-Dengar Didengar

"Elo tuh atentif kalau ngobrol sama orang..."

Itu adalah kalimat yang dulu pernah almarhum teman gue ucapkan kepada gue. Dia berkata seperti itu ketika sedang melobi gue untuk menjadi seorang host buat acaranya, karena menurutnya gue adalah pendengar yang baik setelah berkali-kali melihat gue ngobrol dengan orang yang berbeda.

Testimoni kalau gue pendengar yang baik seperti itu bukan hanya sekali atau dua kali gue dapatkan. Jika tidak secara verbal, maka melalui tindakan. Teman-teman gue menunjukkan demikian dengan bagaimana mereka dengan percaya diri menceritakan hal sensitif yang mereka punya sampai hal paling sepele seperti gosip atau ghibah. Hal itu menjadikan gue secara otomatis punya kuasa yang sangat besar jikalau sewaktu-waktu gue ingin menghancurkan image seseorang atau merusak pertemanan di antara mereka semua dengan cara mengucapkan sesuatu yang gue tahu. Untungnya saja gue pandai menjaga rahasia, haha.

Gue pribadi tidak tahu apa saja yang gue lakukan sehingga "superpower" itu gue dapatkan. Gue hanya bisa berasumsi bahwa dengan tumbuh dengan lingkungan yang tidak pernah mendengarkan gue, menjadikan gue mengerti rasanya diabaikan. Not seen enough. Menyimpan banyak hal untuk diri gue sendiri, tanpa outlet untuk bercerita. Jadi ketika sudah dewasa dan menemukan tempat untuk berbagi, seringkali gue tidak tahu bagaimana memulai ceritanya. Namun, memiliki empati antar personal yang cukup tinggi mengajak gue untuk memastikan orang yang menjadi lawan bicara gue tidak merasakan hal sama.

Atentif ketika ngobrol dengan seseorang juga sebenarnya tidak begitu sulit jika kita mendengarkan secara aktif. Maksudnya adalah memerhatikan apa yang lawan bicara ucapkan, dan kemudian "mengulik" dengan cermat sehingga dia melanjutkan ceritanya lebih dalam. Tidak perlu fokus ke semua hal yang mereka ucapkan, cukup ke bagian yang diucapkan dengan poin emosi cukup. Jika bagian emosionalnya tidak keluar, pastikan saja obrolannya tidak keluar jalur dari hal yang sebenarnya ingin mereka katakan. Tetapi lagi-lagi itu juga butuh kepekaan dan kemampuan untuk membaca situasi.

Mendengarkan seseorang bercerita itu cukup seru menurut gue. Kalian bisa memahami lebih jauh tentang seseorang dan orang yang bercerita pun merasa didengar. Informasi tentang suatu keadaan bertambah sehingga kalian makin paham harus berada di posisi apa. Tapi jangan lupa juga posisikan diri kalian ketika saat mendengarkan, supaya hasilnya tidak melenceng... Seperti pas PDKT ke gebetan misalnya, jangan disamakan seperti mendengarkan teman kalau nggak mau dianggap "bestie" doang. 🤐