Di umurnya yang hampir dua tahun, dia sudah bisa berlarian ke sana dan ke sini. Jangkauan tangannya pun sudah lebih luas, lengah sedikit dia mungkin sudah memegang gunting dan membuat orang tuanya berteriak histeris. Mereka kemudian akan pelan-pelan membujuk keponakan gue untuk melepas gunting atau benda tajam yang dia pegang. Gue melihatnya seperti tim negosiasi kepolisian untuk membujuk seorang teroris melepaskan senjatanya. Setelah dia melepaskan guntingnya, lalu orang tua di sekitarnya akan memujinya "pinteeeer!". Tiba-tiba meletakkan gunting menjadi sebuah prestasi yang membuahkan pujian.
Ketika masih kecil, mudah sekali mendapatkan pretasi. Ketika masih bayi, tertawa pun sebuah prestasi yang membanggakan. Kedua orang tuanya akan sangat senang dan memamerkan ke orang tua lain kalau anaknya bisa tertawa. Semuanya adalah prestasi. "Wah, pintarnya bisa tepuk tangan." "Lucu sekali bisa kasih mata genit." "wah, hebat kentutnya nyaring.". Padahal kalau sudah besar, kentut nyaring adalah hal yang membuat orang di sekitarnya sebal.
Tidak beda dengan adik gue dan anaknya. Walaupun gue sadar bahwa itu bukanlah hal yang luar biasa, tapi entah kenapa gue ada sedikit perasaan bangga saja ketika melihat keponakan gue melakukan sesuatu hal yang remeh. Mungkin anak kecil memang memiliki kekuatan super untuk membuat semua orang bangga, namun perlahan hilang ketika beranjak dewasa.
Dalam berkomunikasi pun walau kosakatanya masih terbatas, ada beberapa kosakata yang dia sudah mengerti penggunaannya dan bisa membantu dia untuk berbicara dengan orang lain. Contoh paling bagusnya adalah "Gak mau!". Dia sudah mengerti kalau menggabungkan kedua kata itu, dia bisa menolak hal-hal yang dia tidak sukai. "Ayo makan, satu sendok lagi." ucap adik gue ketika sedang menyuapi sayur-sayuran, lalu dengan tegas keponakan gue akan menjawab "Gak mau!", dan adik gue berhenti menyuapinya. "Yuk bobo yuk, udah malem." kemudian dijawab dengan "Gak mau!" dan dia pun akan mendapatkan waktu ekstra untuk bermain.
Wow, praktis sekali!
Belakangan ini gue sedang dikejar beberapa kerjaan di luar kerjaan utama yang rempongnya minta ampun. Karena melalui banyak tangan, brief yang diberikan tidak sempurna, sehingga revisi datang dari tangan pertama. Mantapnya lagi revisinya selalu datang bergerombol di saat-saat terakhir. Akan seru sekali sepertinya kalau gue punya kekuatan super seperti keponakan gue.
"Mar, ternyata yang ini dan ini dipotong aja deh. Terus yang bagian awal, ditambahin dikit. Akhirannya juga dipersingkat aja gimana? Terus malam ini dikirim ke gue. Besok dipresentasikan ke klien soalnya." teman gue menjelaskan.
"Gak mau!"
"Oh oke deh."
Kemudian revisi tidak jadi ada. Haha.
No comments:
Post a Comment