Kalau hidup gue adalah film, gue bisa memastikan kalau genre
filmnya adalah komedi atau drama komedi. Karena semenjak gue SD gue bisa
melihat kalau banyak drama dan komedi-komedi selingan di hidup gue yang menggelitik perut,
seenggaknya perut gue sendiri.
Tapi tidak usah lah gue membahas kehidupan gue dari SD. Mari
kita simak kejadian yang baru gue alami hari ini saja.
Hari ini agenda gue adalah pergi ke kampus untuk ambil
legalisir ijazah, bertemu dengan klien karena ada kerjaan sambilan, ke rumah
nenek gue untuk menjenguk dan silaturahmi di Pancoran, lalu ke stasiun Bekasi
untuk menanyakan tiket karena gue ingin pergi ke Jogja di hari Kamis malam
nanti. Kelihatannya padat? Ya, lumayan, tapi tidak sepadat biasanya. Biasanya
gue hanya nonton film di notebook dengann sibuk, sambil makan cemilan dengan
sibuk, mengupil dengan sibuk, atau membaca dengan sibuk. Sibuk banget.
Dimulai pagi hari tadi. Rencananya gue mau pergi ke kampus
jam 8 pagi, tetapi gue sendiri baru bangun tidur jam setengah 10. Sebenarnya
gue sudah bangun dari jam 7, tetapi nikmat kasur tidak bisa gue khianati,
jadinya gue tidur lagi dan berharap bangun jam 8 sampai akhirnya bablas
terbangun jam setengah 10. Gue langsung bersiap-siap.
Sisi positifnya bangun kesiangan adalah: macet yang gue
lalui tidak separah kalau gue berangkat pagi. Perjalanan Bekasi ke Jakarta
Selatan normalnya hanya memakan waktu sekitar 45 menit sampai 1 jam, namun
macet di pagi hari membuatnya bertambah lama sedikit, kira-kira 2 jam sampai 2
setengah jam. Perjalanan Bekasi – Jakarta terasa seperti Bekasi – Bandung. Atau
Kamar Gue – Kamar Mandi di hari libur. Lama.
Gue sampai kampus jam 11 lebih sedikit. Sebenarnya gue malas
ke kampus, tetapi gue disuruh datang di hari Senin ini, karena legalisir ijazah
gue baru bisa diambil hari ini. Ketika gue sampai di ruangan tata usaha untuk
mengambil dokumen, Mbak Lia (orang kampus) bilang dengan muka tanpa dosa, “Yah,
belum, Mar. Mbak Retno lagi sakit, jadi belum diurus. Elu sih kenapa dateng
duluan sebelum gue telfon?” Dan tiba-tiba gue menjadi orang yang salah. Yang
bener ajeeeee!? Saat itu gue jadi tahu 2 hal: 1. Gue mesti tunggu orang kampus
nelfon dulu sebelum ambil dokumen yang dijanjikan, 2. Orang kampus pada ngehe.
Gue masih di kampus memanfaatkan wifi dewa di sana sampai
jam 12, jam makan siang. Ketika sudah jam 12, gue berangkat pergi ke rumah
makan Raja Begor di dekat Senopati untuk bertemu klien. Gue sampai setengah 1
lebih. Kami janjian jam 1, masih ada waktu lah untuk makan siang di sana.
Makanan sudah habis, gue sudah memesan minuman 2 kali, waktu
menunjukkan jam 1 lewat 40. “Bangke! Lama amat!” teriak gue dalam hati. Tidak
sabar, gue menghubungi dia. “Halo, nyet! Di mana lo, Jing?!” kata gue... oke,
itu bohong. Gue hanya menyapanya biasa secara semi-formal. Ketika sudah ngobrol
beberapa lama, gue dapat menyimpulkan kalau dia tidak akan datang. Karena dia
bilang, “Sorry, Mar, gue nggak bisa dateng. Ada hal mendadak nih di sini.
Brief-nya gue kirim ke email lo aja ya? Kalau ada yang kurang jelas bisa lo
tanya lewat email.” Monyet...
Gue langsung pergi dari sana menuju Pancoran menjenguk nenek
gue. Tidak lama gue di sana, hanya sekitar sejam. Menjenguk nenek gue, ngobrol
sedikit dengan Pakde dan Bude gue, sedikit bercermin menikmati salah satu
keindahan yang Tuhan telah ciptakan, lalu pulang ke Bekasi.
Saat sudah di Bekasi, gue langsung menuju stasiun Bekasi.
Saat itu sudah jam 4 lebih ketika gue sampai di sana. Gue ke stasiun karena mau
membeli tiket untuk ke Jogja di hari Kamis malam nanti. Gue ke Jogja mau
mengurus kepindahan gue di sana, karena gue mau melanjutkan kuliah di sana, dan
mencari kerja di sana (kemarin sudah 2 kali dipanggil oleh agensi iklan dan
radio di sana, cuman gue nggak bisa datang karena gue disuruh datang esok
paginya setelah gue dipanggil, sedangkan gue masih di Bekasi. Kan ngaco.)
Antrian di loket panjangnya nggak kalah dengan antrian
subsidi bulanan di kampung-kampung. Panjang. Gue mengambil antrian paling
belakang. 20 menitan berlalu, dan gue masih terjebak di tengah antrian. Gue
menengok ke belakang, dan orang-orang tambah banyak. Buset.
Cuaca saat itu panas, membuat gue nggak betah dengan
keringat yang menempel di badan gue. Belum cukup penderitaan yang gue alami,
tiba-tiba perut gue melilit dan ingin kentut. Saat itu gue percaya kuasa Tuhan
dan cobaan-cobaan ilahi. Gue keringet dingin menahan gejolak gas di perut gue.
Gue gelisah. Dan saat itu juga gue dilema! Dilema mau keluar antrian kemudian
kentut jauh dari antrian lalu kembali lagi ke belakang antrian, atau menahan
kentut sampai gue selesai antri walaupun muka gue sudah pucat seperti penderita
tifus yang berusaha untuk menyelesaikan triathlon. Akhirnya gue memilih untuk
menahannya. Kalau gue kembali ke belakang antrian, mungkin gue baru bisa sampai
loket pas bulan puasa.
Akhirnya gue sampai di loket. Gue bertanya apakah tiket
ekonomi untuk ke Jogja di Kamis malam masih ada atau tidak. Dan ternyata sudah
habis. Kemudian gue tanya lagi mbaknya, apakah tiket bisnisnya di Kamis malam
juga sudah habis atau belum, dan ternyata belum. Kabar baik. Setelah mendapat
kabar baik itu, gue memutuskan untuk membeli tiket bisnis keesokan harinya.
Lalu gue pergi dari menjauh dari stasiun.
Beberapa puluh meter dari stasiun, perut gue mulai
bertingkah lagi. Kali ini bukan kentut saja yang gue rasa ingin keluar,
melainkan bersama teman-temannya. Gue mencari toilet umum di sekitar dengan
gelisah, dan akhirnya ketemu.
Toilet umum yang gue temui benar-benar parah kondisinya.
Tidak ada lampu untuk penerangan, dan demi apapun bentuk toiletnya aneh. Gue
baru pertama kali melihat toilet berbentuk O yang lubangnya berada di ujung
depan. Dan itu juga tidak jelas, toilet duduk atau jongkok. Tapi berhubung gue
sudah sangat kebelet dan kepepet, kreativitas gue diuji saat itu. Gue duduk dan
rasanya cukup nggak nyaman.
Mari kita lewati cerita tentang boker ini, karena tidak ada
yang spesial. Tinjanya pun nggak bisa gue ceritain gimana bentuknya karena
gelap. Apakah bentuknya panjang dengan ujung agak runcing? Apakah berbentuk pendek tapi besar-besar dan
terlihat berotot? Apakah ada biji cabai atau daun kangkung di dalamnya? Apakah
warnanya sehat atau kehitaman? Gue nggak tahu. Gelap. Oh, kalau lo lagi makan,
jangan dibaca ya... eh telat. Hahaha.
Singkat cerita, proses boker yang spiritual itu selesai. Gue
akhiri ritualnya dengan menyiram toilet itu. Cuman gue nggak tahu apakah sudah
tersiram bersih atau belum. Oleh karena itu gue mengambil HP gue (Samsung Galaxy
S3) untuk menerangi toilet dan melihatnya. Lalu, Tuhan nampaknya masih ingin melihat sedikit lelucon di drama komedi kehidupan gue ini, oleh karena itu HP-nya
terpeleset dan jatuh ke dalam toilet. “Plak plak plak... plung.” Bunyinya masih
teringat jelas. Bahkan gue masih ingat berapa kali HP gue salto di dalam toilet
itu. 3 kali.
Reflek, gue mengambil HP gue itu, lalu menariknya dari dalam
toilet. Sisi positifnya: toiletnya sudah bersih. Gue nggak bisa bayangkan
kalau saat mengambil HP gue, ada tokai yang masih menempel. Sekali lagi,
jangan sambil makan bacanya... eh telat lagi ya? Hehe.
Gue nggak tahu apa-apa tentang tekhnologi HP, namun gue
secara naluriah mematikan HP gue dan mencabut baterainya. Karena aliran listrik
mungkin bakal membuatnya konslet. Gue langsung ke rumah dengan terburu-buru
untuk mencari solusinya di Google. Gue beranjak pulang menjauhi stasiun dengan
tertawa sendiri. Gue tertawa dengan komedi yang gue alami. Haha.
Sekarang HP gue sudah gue tangani dengan apa yang Mbah
Google bilang. Gue akan melihat hasilnya besok pagi. Ngomong-ngomong, kejadian
hari ini merupakan kejadian paling lucu (yang tragis) semenjak gue lulus SMA.
Gue kira tidak ada lagi hal bodoh di hidup gue, tapi alam semesta punya cara sendiri untuk
menunjukkan kalau gue salah. Haha.
Dan daritadi gue tertawa sendiri mengingat kejadian hari
ini. Bukan panik ataupun sedih, melainkan tertawa geli. Karena kalau panik dan
sedih tidak akan ada gunanya, tetapi kalau tertawa, seenggaknya gue terhibur.
Lagipula, menertawakan kesalahan sendiri itu lebih sehat. Oh, ada satu saran
dari gue: kalau suka bermain HP di toilet, pastikan status siaga lo sudah dalam
posisi aktif.
Gue selalu berpikir kalau belajar itu paling enak dari
kesalahan orang lain, sekarang gue mau elu belajar dari kesalahan gue ini.
Gimana? Enak toh? Haha.
No comments:
Post a Comment