Kemarin teman gue ulang tahun. Teman nongkrong dari SMA
sampai sekarang. Jadi nggak afdol rasanya kalau gue nggak mengucapkan selamat
ulang tahun ke dia.
Nggak kerasa setelah mengucapkan ucapan selamat, pembicaraan
malah menjadi serius. Kami bicara mengenai hidup. Sudah sejauh mana kami
melangkah, seberapa banyak tujuan yang sudah tercapai, bagaimana tujuan masa
depan nanti. Intinya topik ini mengenai quarter-life
crisis.
What have we done so
far?
Quarter-life crisis
adalah titik di mana lo mempertanyakan hidup lo. Mau dibawa ke mana sih diri lo
itu? Sudah ada bayangan bakal gimana di masa depan nanti? Ini terjadi di umur
20 – 25an. Sebuah krisis hidup di mana setiap keputusan yang lo ambil bakal
menjadikan lo entah lo yang makin baik, atau lo yang semakin rusak,
atau lo yang jadi alay. Karena di titik ini lo bakal ngerasa “hilang”, dan lo
bingung. Banyak juga yang akhirnya memilih untuk mati karena merasa tidak ada
apa-apa untuk dilanjutkan dan sudah merasa ketakutan melihat refleksi diri di
masa depan yang tidak sesuai keinginan.
Serangan ini sudah gue alami berkali-kali dalam hidup gue. Dan
keputusan yang gue ambil untuk menanganinya menjadikan gue yang sekarang dengan
pola pikir seperti gue saat ini. Gue bersyukur nggak memilih mati, dan
sangat-sangat bersyukur tidak menjadi (begitu) alay.
Terakhir kali adalah saat gue sedang duduk di depan meja
kantor selagi mencari data untuk dipresentasikan ke klien. Saat itu gue belum
lulus D3 (menunggu wisuda) dan sedang bekerja sebagai accoount
executive di sebuah agensi iklan digital di daerah Jakarta. Ketika gue udah
merasa hidup gue monoton, gue menemukan artikel yang membuat gue menemukan pola
tentang masalah krisis sebelumnya. Intinya, dari artikel itu gue memutuskan
untuk tidak meneruskan kerja gue di sana, agar gue bisa jauh dari kehidupan gue
saat itu.
Jauh dari kehidupan gue saat itu, itulah yang gue rasa gue
perlukan saat itu. Mencoba rasa baru dari lingkungan sekitar, mencari tujuan
baru untuk dicapai. Itulah alasan gue ngegembel di Jogja dulu, sehingga gue
bisa tinggal di Jogja sekarang. Merasakan kehidupan baru bersama orang-orang
baru, dan mencoba mencapai tujuan-tujuan yang gue temui saat tinggal di sini. Sampai
akhirnya gue mulai lupa dengan quarter-life
crisis yang gue alami dulu.
Lalu obrolan itu terjadi. Gue mulai sadar bahwa beberapa
tujuan gue sudah tercapai, dan beberapanya lagi gue lupakan. Lalu sekarang apa?
Gue mulai merasa hilang lagi, gue bingung nggak tahu harus bagaimana. Tapi satu
yang gue tahu: jangan dulu menyerah sama hidup. Tujuan baru pasti datang.
Buat lo yang mungkin sekarang lagi diserang oleh quarter-life crisis, gue nggak mau kasih
saran macam-macam. Gue tahu lo bingung, depresi, merasa gairah hidup berkurang
karena nggak tahu apa yang lo mau, semua terasa monoton, dan banyak hal lain
yang membuat lo berpikir yang negatif sampai akhirnya lo mau menangis karena
kehilangan arah. Menangislah! Lakuin apa yang lo pikir harus lo lakuin. Tapi satu
hal: jangan mati. Lo bakal menemukan persimpangan hidup di mana lo harus milih. Pilihan
lo itu akan menentukan jadi apa lo nanti.
Nggak ada salahnya mengambil langkah yang gue pilih:
merantau.
"Merantau kok ke Jogja? Deket amat."
Bukan itu idenya. Jarak bukanlah faktor penting dari ini. Intinya adalah jauh dari kehidupan lama, dan memulai hidup baru di suatu tempat. Walaupun
gue nggak bisa menjamin hasilnya, paling nggak kesibukan lo di sana untuk
mengenal sekitar akan membuat lo lupa akan krisis lo.
No comments:
Post a Comment